Kata orang, ayah adalah sosok orangtua, teman, sahabat, pahlawan, guru, sekaligus cinta pertama bagi putrinya.
-Catatan Indah-
"Anu... Itu... Bapak'e anak – anak kena perempuan...''
"APA?!'' Buk Ti tersentak kaget tak percaya.
"Yang bener kamu kalau ngomong Aji?!'' Lanjut buk Ti memastikan lebih jelas. Indah yang masih berusaha mencerna perkataan pamannya itu melangkah mendekat dengan wajah mengernyit bingung.
"Bener! Sumpah! Banyak yang ngliat sendiri!'' Lanjut lek Aji dengan nada lebih tegas walau tak meninggikan suaranya.
"Sama perempuan mana?!'' Potong buk Ti dengan menahan gemetar dan mulai berkaca – kaca. Saat itu Indah baru benar – benar memahami apa maksud dan arah pembicaraan tersebut.
"Ji, jawab! Sama perempuan mana?!'' Tukas Buk Ti. Semburat merah memenuhi wajahnya yang putih. Wanita bermata sipit dan sayu itu mulai menitikkan airmata dan gemetar di sekujur tubuhnya menahan emosi. Tak ayal Indah berlari memeluk ibunya dan menangis.
"Kenapa kamu peluk ibuk? Sana! Cari bapakmu sana! Seret dia suruh pulang! Jangan aku yang kamu peluk – peluk gini!'' Buk Ti mendorong pundaknya agar Indah melepaskan pelukannya. Namun Indah makin terisak dan mengeratkan pelukannya. Buk Ti diam tak bergerak lagi, airmatanya makin deras terurai.
"Jadi kalian bener – bener nggak tahu sama sekali?!'' Lek Aji membuka suara kembali dan membuat Indah menghentikan pelukannya pada ibunya. Laki – laki berbadan kurus, berkulit gelap dan berkumis itu mencoba menahan emosinya melihat kakak dan keponakannya itu terisak di hadapannya. Matanya memerah menahan airmata yang mulai mengembang.
"Ya mana pernah kami tahu... Aku sama Indah sibuk jualan dan aku sama sekali nggak ada perasaan apa - apa.'' Jawab buk Ti di sela tangisnya yang tertahan.