Serpihan Kaca

Rokho W
Chapter #3

Galau


Hari-hari di SMA Bunga Bangsa terasa berbeda bagi Alana dan Sonia. Bagi Alana, kehidupan SMA yang seharusnya penuh dengan kebebasan, justru terasa semakin terkurung karena perasaan tertekan dari mami Nayla yang overprotective. Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah, mami selalu memastikan Alana tidak lupa bawa masker, hand sanitizer, dan mengingatkan banyak hal-hal yang semakin membuat Alana merasa seperti berada dalam kandang emas.

"Mami harap kamu bisa menjaga diri, Alana. Jangan sampai ada hal yang nggak di inginkan. Kalau perlu, nanti pulang sekolah langsung pulang aja ke rumah, ya? Nggak usah keluyuran," kata mami Nayla dengan nada penuh perhatian, namun terlalu banyak khawatir yang terkadang terasa membebani.

Alana hanya bisa mengangguk pasrah. Ia tahu, meskipun maminya hanya ingin melindungi, namun dengan segala perhatian yang berlebihan itu, Alana merasa dunia luar semakin jauh. Teman-temannya pun, seperti Sonia merasa berbeda, tapi mungkin tidak seberat yang ia rasakan.

Di sisi lain, Sonia juga tidak bisa lepas dari perasaan galau yang semakin membebani pikirannya. Kisah cintanya dengan kak Dewa, yang sejak masa pandemi terasa seperti terhenti, meninggalkan banyak tanda tanya. Kadang kak Dewa menghilang begitu saja, tanpa kabar, tanpa penjelasan. Sebagai pasangan kekasih, itu sangat membingungkan bagi Sonia. Mereka berdua selalu dekat, berbicara hampir setiap hari, tapi saat pandemi melanda, komunikasi mereka semakin terbatas.

"Sonia, lo kenapa sih? kok kayak nggak semangat gitu?" tanya Alana, yang melihat temannya itu tiba-tiba melamun di kelas, matanya kosong menatap layar ponsel yang seakan tidak menyala.

Sonia menunduk, lalu meletakkan ponselnya di meja. 

"Gue masih mikirin kak Dewa, Lan. Dia tiba-tiba hilang begitu saja, kadang ada kabar, kadang nggak. Bahkan gue nggak tahu apa sekarang kita masih pacaran atau nggak," jawab Sonia dengan suara pelan, terasa ada keputus asaan di balik kata-katanya.

Alana merasa cemas melihat keadaan Sonia yang semakin galau. 

"Son, lo udah coba bicara langsung sama kak Dewa? mungkin dia juga lagi sibuk dia sekolah SMA Internasional kan? atau lagi ada masalah keluarga dia?"

Sonia menggelengkan kepala. 

"Gue sudah coba, Lan. Tapi dia nggak balas dan angkat telepon gue. Gue nggak tahu dia lagi ngapain, atau malah dia udah nggak peduli lagi sama gue."

Alana menatap Sonia dengan hati-hati. Ia tahu, perasaan Sonia sangat terganggu dengan ketidakpastian itu. 

"Mungkin lo bisa bicarakan hal ini sama dia secara langsung. Kalau lo terus-terusan mikirin kayak gini, jadi status lo di gantung Sonia."

Sonia terlihat ragu, matanya mulai berkaca-kaca. 

"Tapi, Lan, kalau gue tanya dan ternyata jawabannya bukan yang gue harapkan, gimana? kalau gue tanya dan dia jawab nggak peduli lagi? gue nggak sanggup."

Alana menyentuh bahu Sonia dengan lembut. 

"Gue paham kok, Son. Tapi lo nggak akan pernah tahu jawabannya kalau nggak dicoba. Kadang, kita harus siap dengan kenyataan, walaupun itu nggak mudah."

Sonia menghela napas panjang.

"Iya, gue tahu. Tapi kadang rasanya sulit banget, Lan. gue takut, takut kalau semuanya berubah, kalau ternyata dia nggak merasa sama kek gue lagi gimana?"

Pikiran Sonia baru saja teringat akan Joshua atau Jojo teman SMP nya yang bersekolah di SMA internasional yang sama dengan kak Dewa, Jojo yang mengagumi Alana dalam diam sedari kelas satu SMP itu.

“Apa gue minta tolong Jojo aja ya buat selidikin kak Dewa?” gumamnya setengah berbisik yang masih terdengar oleh Alana yang duduk di sebelahnya.

Sonia memandang Alana sejenak, ragu-ragu sebelum menjawab.

"Jojo kan sekarang sekolah di SMA Internasional yang sama dengan kak Dewa. Gue kepikiran aja, mungkin gue bisa minta tolong dia buat cari tahu kabar kak Dewa lewat Jojo," ucap Sonia pelan, seolah takut ide itu terdengar konyol.

Alana menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menatap Sonia dengan alis terangkat. 

"Minta tolong Jojo? Emangnya lo yakin dia bakal mau? udah lama banget, Son, kita nggak kontak sama dia sejak kelulusan."

"Iya, gue tahu. Tapi Jojo itu orangnya baik, kan? dan dia juga pasti ngerti masalah gue," kata Sonia, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Alana tersenyum kecil, mengingat Jojo. 

"Jojo emang baik, sih. Dia juga perhatian banget dulu waktu SMP. Gue masih inget, dia sering bantuin lo waktu tugas kelompok, terus diem-diem dia suka nanya kabar gue ke lo, iya kan?"

Sonia tertawa kecil mendengar ucapan Alana. 

"Iya, dia memang perhatian banget ke lo, Lan. Bahkan gue kadang ngerasa dia lebih peduli sama lo dari pada sama tugas-tugas kita."

Alana menghela napas panjang, lalu kembali membuka buku catatannya. 

"Kalau lo yakin Jojo bisa bantu, ya nggak ada salahnya dicoba. Tapi gue tetap saranin Son, lo harus punya keberanian buat langsung tanya ke kak Dewa, kalian ketemuan langsung berdua. Lo nggak bisa terus-terusan di gantungin kek gini."

Sonia terdiam, pikirannya terpecah antara mengandalkan Jojo atau langsung menghadapi kak Dewa. Sementara itu, Alana kembali fokus pada catatannya, menuliskan impian yang selalu ia simpan sejak lama.

"Lo tahu nggak, Son?" tanya Alana tiba-tiba, memecah keheningan.

"Apa?" jawab Sonia, menoleh. 

Lihat selengkapnya