London, 12 September 2019
"Terjabak pada pertanyaan, 'Kau mau jadi pacarku?' Ini lebih seram dari apapun."
~serpihan~
Pagi ini suasana sejuk kembali terasa, Shanz dan Syah masih bergelut di dalam mimpi. Seperti gadis pada umumnya, tidur paling awal dan bangun paling akhir. Perlahan mentari masuk menerobos ventilasi, memberikan sentuhan hangat di kelopak mata mereka. "Huh!" ucap Syah yang masih dalam kondisi setengah sadar. "Shanz ... bangun!" suruhnya dengan nada yang sangat rendah. Namun, suara Syah itu masih kalah dengan mimpi yang diselami oleh Shanz. Syah yang menyadari hal itu mencoba untuk memecahkan mimpi adiknya. "Shanz, bangun!" Kali ini nada bicara Syah lebih tinggi dari sebelumnya. "Astaga, susah juga bangunin nih anak. Em ... kira-kira biar bangun dikasih apa, ya?" pikirnya sambil melihat-lihat barang yang ada di kamar dan berharap ada sesuatu yang bisa membantu.
Siasat jahil Syah muncul ketika melihat sepasang sepatu yang berada di bawah meja belajarnya. "Emm ... bakal seru, nih!" gumamnya sambil tersenyum licik. Tanpa pikir panjang Syah langsung berjalan ke arah meja itu dengan semangat. Karena biasanya Shanz lah yang menjahilinya, tapi kali ini Tuhan memberikan kesempatan untuk Syah agar bisa merasakan bagaimana serunya menjahili saudara sendiri.
Karena terlalu bersemangat Syah sampai lupa memperhatikan kondisi lantai kamarnya.
Bruk! (Suara Syah yang terjatuh).
"Aduh! Sial!"
"Siapa yang membuang kulit pisang di lantai kamarku? Memang di sini tempat buang sampah, ya? Dasar tidak punya aturan!" kesal Syah dengan kondisi sudah terjatuh dan tergeletak di atas lantai akibat kulit pisang yang diinjaknya.
Suara tadi ternyata membangunkan Shanz, "Duh! Ada apa, sih?" keluhnya yang mencoba untuk bangun. Melihat Syah yang tergeletak di atas lantai, Shanz mulai menghibur diri dengan mengejek kakaknya itu. "Kak Syah kenapa bisa di situ? Kakak lagi latihan senam lantai?" ejeknya sambil tertawa terbahak-bahak. "Eh! Bukannya ditolongin malah dihina. Sakit tau rasanya, masih pagi sudah sial aja." balas Syah tak terima dengan kejadian yang menimpanya. "Duh, kasihannya." ledek Shanz sekali lagi. "Sebagai adik yang baik dan rendah hati, aku akan menolongmu wahai kakakku." ujar Shanz dengan nada bicara yang dilebih-lebihkan. "Gak usah! Kakak bisa bangun sendiri," tolak Syah dengan mentah.
"Ya udah deh, aku mandi dulu ya." Shanz beranjak dari kasur dan berjalan ke kamar mandi. "Eh! Aku yang bangun lebih dulu darimu. Jadi, aku yang mandi duluan." jelas Syah sambil menarik tangan kiri Shanz. "Apa-apaan ini? Aku yang lebih dulu melangkah ke kamar mandi. Jadi, aku yang mandi duluan." balas Shanz yang tak ingin kalah dari kakaknya.
"Aku yang mandi duluan!" ucap Shanz sekali lagi.
"Sebagai adik harus mengalah dengan kakaknya!" bela Syah.
"Eh, bukannya ke balik, ya? Kakak harus ngalah dari adiknya!"