Seruni

Aji Najiullah Thaib
Chapter #19

Catatan 19

Tadi pagi mas Tyasto kembali datang, dia agak kaget melihat perubahan fisik aku. Muka aku yang sembab, tubuhku yang menjadi tambun. Dia bertanya tentang banyak hal, mulai dari soal persiapan persalinan, rumah sakitnya dimana, dan bahkan seperti biasanya dia menawarkan untuk memberikan rumah sakit yang terbaik.

Mas Tyasto memang seperti itu, dia selalu ingin memperlihatkan sama aku, bahwa dia orang yang ingin memberikanku kesenangan secara duniawi. Sayangnya, aku bukan perempuan seperti apa yang dibayangkannya, aku tidak melihat hidup dengan material.

"Apa yang harus saya lakukan untuk membantu kamu Runi?" Tanya mas Tyasto

"Gak ada mas, aku sudah terima kasih dengan perhatiannya", jawabku singkat

Aku tidak kasih tahu mas Tyasto, kalau apa yang aku butuhkan semuanya sudah di siapkan mas Todhy. Aku juga tidak bilang kalau mas Todhy sudah mau menikahi aku, meskipun aku tahu kalau mas Tyasto selama ini hanya basa-basi.

Aku memang lebih melihat tindakan seseorang, bukan ucapannya, karena ucapan itu penuh kepalsuan. Berbeda dengan tindakan, karena tindakan itu pelaksanaan dari ucapan, sehingga lebih nyata hasilnya dibandingkan sekedar kata-kata.

Sebagai seorang wanita aku sangat realistis dalam berpikir, aku pernah menjadi wanita yang sehari-hari berhadapan dengan lelaki hidung belang, yang isi mulutnya penuh dengan gombal, jadi aku tahu, mana laki-laki yang serius, dan mana yang sekadar ngegombal.

Mas Todhy kebalikan dari Tyasto, dia lebih banyak bertindak dari pada sekadar berkata-kata. Apa yang dilakukannya terhadap aku selama ini, lebih kepada tindakan, bukan cuma rayuan. Untuk mengatakan mencintai aku saja dia tidak bisa, tapi dia nyatakan dengan sikap dan tindakannya.

Aku bukanlah wanita yang berpendidikan tinggi, tapi untuk menilai dan melihat baik buruknya seorang lelaki, tidak diperlukan harus berpendidikan tinggi, cukup gunakan nalar semaksimal mungkin, bukan menggunakan nafsu untuk menilai.

Banyak kaumku yang terjebak dalam dunia material, sehingga mereka mudah termakan rayuan gombal, dan pada akhirnya menyesal. Hidup tidak seperti impiannya, karena hidup memang bukan mimpi, hidup itu adalah kenyataan, dunia nyata yang harus disikapi dengan sangat realistis.

Selama aku berbincang dengan mas Tyasto pagi itu, yang keluar dari mulutnya hanya berbagai tawaran seperti biasanya. Tidak satu pun tawaran tersebut yang berbentuk benda nyata. Kalau pun tawaran itu di terima, belum tentu saat itu juga di realisasikannya. Aku sudah sangat faham hal seperti itu.

Tidak berlama-lama mas Tyasto di rumahku, karena keadaanku sendiri sedang tidak nyaman, akhirnya dia pamit pulang. Seperti itulah mas Tyasto, setelah itu dia menghilang lagi untuk waktu beberapa lama.

Lihat selengkapnya