Serupa Senja, Kita pun Tenggelam

Teman Tualang
Chapter #3

Kembali Bertemu

Malam ini hujan kembali menyapa bumi. Jam sudah menunjukan pukul 02.00 dinihari tapi Aku masih belum bisa tidur. Aku masih sibuk dengan tugas kuliah yang masih menumpuk, tugas dari dosen kimia yang sampai sekarang belum juga kutuntaskan. Padahal besok adalah deadline untuk mengumpulkannya. Ini adalah tugas yang penting, sebab ini adalah mata kuliah ulangan. Tentu aku tidak ingin gagal lagi, dan mengulang kembali tahun depan. Cukup satu kali ini saja aku mengulangnya sebab bertemu dengan dosen killer itu sangatlah menyebalkan.

Hingga setelah usaha dan perjuangan yang lumayan untuk menahan kantuk, aku akhirnya bisa menyelesaikan nya tepat pada pukul 3.00 dinihari. Tadinya aku berpikir setelah tugas ini selesai aku akan bisa tidur dengan nyenyak, tapi ternyata aku salah. Pada kenyataanya dua bola mata ini masih belum mau terpejam, padahal sedari tadi aku membuat tugas kantuk itu berkali-kali datang, namun berkali-kali juga aku tolak. Mungkin efek dari kelamaan nugas, makanya kantuk itupun hilang.

Tapi sudahlah, mungkin memang lebih baik begadang dulu sampai subuh, biar sholat subuh nya nggak ketinggalan. Toh besok jadwal kuliah juga nggak ada yang pagi, jadi nanti tidurnya bisa setelah sholat subuh saja. Untuk mengisi waktu, aku membuka buku catatanku dan memulai menuliskan pikiran-pikiran dan imajinasiku disana. Menulis sudah menjadi kebiasaanku dari dulu, apabila aku memiliki waktu luang menulis adalah opsi pertama yang selalu muncul dikepalaku.

“Belum tidur Gem?” Sebuah suara berhasil memecah konsentrasiku. Aku menoleh kebelakang, kearah tempat tidur itu. Ternyata suara itu berasal dari Dayat yang terbangun dari tidur nya. Dia adalah kawan satu kamarku di kost an ini.

“Belum nih yat, mata belum mau terpejam. Efek kelamaan nugas” jawabku.

“Tapi aku nggak heran lagi sih. Namanya juga anak teknik, tidur nggak tidur itu sama aja, toh besoknya juga nongol lagi di kelas.,” ucap Dayat.

Untuk yang satu ini aku mengamini perkataan Dayat. Sebab memang benar, 90% mahasiswa teknik adalah anak-anak yang kurang tidur. Kalau bukan karena tugas, pasti karena nongkrong dengan teman satu angkatan. Yap, di teknik solidaritas pertemanan itu sangatlah tinggi. Bagi kami antara satu dengan yang lainnya bukan hanya teman, lebih dari itu kami adalah saudara, jadi wajar apabila setiap bertemu dengan sesama anak teknik lainnya kami selalu berjabat tangan. Jabat tangan nya juga khusus, hanya mereka yang kuliah di teknik saja yang paham.

“Aku pikir kamu gak akan bangun lagi yat, melihat dari tidurmu tadi yang ngoroknya mintak ampun itu,” ucapku pada dayat.

“Hadeeehh, kayak kamu tidurnya benar aja Gem. Padahal kalau kamu tidur ngorok nya lebih parah,” balas Dayat tidak mau kalah.

“Ngomong-ngomong kenapa kebangun yat? Padahal kan alarmmu belum berdering,”

“Mimpi buruk, Gem. Tiba-tiba saja aku dikejar harimau yang mau menerkamku, pontang-ponting aku berlari menghindarinya, hinga tanpa kusadari aku terjatuh ke sebuah jurang. Yang mana pada saat aku menyentuh dasar jurang tersebut tiba-tiba aku kebangun deh,” 

“Makanya kalau mau tidur itu baca doa dulu, jangan main langsung gass aja!” ucapku menimpali.

“Perasaan sebelum tidur tadi aku baca kok, tapi kenapa tetap mimpi buruk ya, apa jangan-jangan memang benar doa itu hanya pemanis dalam menyembah? Ia ada tapi tidak pernah benar-benar memberi yang kita pinta.”

“Huss!, ngaak baik ngomong begitu. Ucapanmu tentang doa barusan seakan-akan kamu meragukan kalau tuhan itu tidak ada. Memang benar tidak semua doa akan terkabul, tapi bukan berarti tuhan tidak ada. Hanya saja ia tahu mana yang terbaik untuk hambanya. Jadi kalau yang kamu minta tidak dikabulkan, bisa jadi itu tidak baik untumu.”

“Apakah berdoa agar diberi tidur yang nyenyak tidak baik untuk aku Gem?”

“Bukan begitu maksud nya bego!, emang tadi kamu baca doa apa sihh?”

“Allahuma bariklana fiima razaqtana.”

“Astaghfirullahaladzimm, itu doa sebelum makan bukan doa sebelum tidur, wajar saja kamu mimpi buruk, doa nya saja salah.”

Aku benar-benar tidak bisa lagi menahan tawaku mendengar pengakuan Dayat barusan. Bisa-bisanya dia meragukan kekuatan doa, sedangkan berdoa saja dia salah. Kawanku yang satu ini memang random sekali, jika kalian bertemu dengannya kalian pasti tidak akan tahan untuk tidak menjitak kepalanya.


                    ***


Siang ini matahari terik sekali. Dengan sepeda motor tua aku mengarungi hiruk-pikuk jalanan Kota Padang. Hari ini adalah jadwal mengumpulkan tugas yang tadi malam aku kerjakan. Tugas yang membuat aku harus begadang sampai pagi.

Setelah memarkirkan motor. Aku berjalan sendirian menuju lantai dua gedung H. Diruang kelas bernomor 10 itu dosen kimiaku yang killer itu sudah menunggu kami para mahasiswa yang mengulang untuk mengumpulkan tugas. Disana tampak beberapa orang kawan yang juga satu angkatan denganku, juga dua orang senior yang ternyata juga masih mengulang mata kuliah ini.

Lihat selengkapnya