"Gem, udah lama nih kita gak muncak. Udah rindu pula aku sama lautan awan, apa kamu nggak ada rencana untuk naik lagi?"
Aku melihat sekilas pada Thomas yang sedang duduk bersamaku di balkon kamar, kemudian kembali menoleh pada layar ponsel di tangan ku.
"Bukannya aku nggak mau naik lagi Thom, hanya saja susah mencari waktu nya untuk saat ini, kau taulah aku kan banyak kesibukan sekarang."
Aku masih menatap layar ponsel yang masih berwarna hitam karena cahaya nya yang mati itu. Menunggu sebuah notifikasi yang akan membuatnya kembali bercahaya.
"Sibuk apa lagi sih, Gem? Bukannya skripsi mu sekarang sudah di acc dan tinggal menunggu waktu sidang komprehensif aja?"
"Iya sih, memang benar skripsi ku sudah hampir kelar. Tapi kan kesibukan ku bukan cuman skripsi saja."
"Mana sempat dia naik gunung sekarang Thom, orang dia sibuk membahagiakan anak orang." Dayat yang sedari tadi berdiam diri di kamar sekarang ikut bersuara dan bergabung di balkon.
"Sudah lah gem, mau sampai kapan kau memperjuangkan nya? Toh dia sama sekali tak pernah membalas rasa cintamu itu kan, lagian bukan kewajibanmu juga membuatnya bahagia. Jangan sampai karena keinginanmu membahagiakan orang lain, tapi kamu malah lupa membahagiakan dirimu sendiri. Kamu juga berhak untuk bahagia."
Dayat menepuk-nepuk bahuku.
"Aku setuju dengan perkataan Dayat barusan, lagian sudah dua tahun loh kamu berjuang untuk dia, tapi sampai sekarang tidak ada kemajuan bukan? Dia hanya menganggap mu sebatas teman. Jangan sampai cinta membutakan hatimu, kamu juga berhak bahagia Gema."
Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan dua kawanku itu. Memang benar yang mereka katakan, tapi tidak semudah itu untuk aku mengambil keputusan. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk selalu ada disamping Ara untuk menemaninya sampai sembuh, lelaki macam apa yang meninggalkan wanita yang dicintainya dalam keterpurukan sendirian? Aku tidak akan meninggalkan nya, sebab aku tidak ingin membuatnya kehilangan lebih banyak lagi.
"Terimakasih atas nasihat kalian barusan. Tapi bukan hal yang mudah untuk aku meninggalkan nya. Apa beda nya aku sama lelaki itu jika pada akhirnya aku juga pergi meninggalkan nya sendirian? Aku tidak sama dengan lelaki itu, aku tidak akan meninggalkan wanita yang aku cintai, aku akan terus bersamanya sampai dia kembali menemukan bahagia nya."
"Aku heran deh sama kamu, Gem. Padahal di kampus banyak loh cewek yang suka sama kamu, tapi kamu malah sibuk dengan yang tidak pasti."
"Mau gimana lagi, Yat. Toh ini juga diluar kendaliku, yang namanya perasaan itu tidak bisa dipaksa untuk jatuh kepada siapa. Aku juga tidak mau membuka hati pada orang yang tidak pernah kuinginkan, sebab nanti aku hanya akan membuatnya terluka bukan?"
"Kalau begitu kami hanya bisa mendukungmu dan berharap yang terbaik untuk mu, Gem. Tapi kamu juga harus tau kapan saatnya berjuang dan kapan saatnya berhenti."
Aku hanya mengangguk pelan pada dua kawanku itu. Dua orang yang selalu mendukungku dalam setiap keadaan, kawan yang tidak pernah memandang perbedaan. Aku bersyukur bisa bertemu dengan mereka. Orang-orang yang selalu memegang teguh arti pertemanan.
"Pokoknya jangan sampai cinta merubah kamu menjadi orang yang bukan kamu Gema. Aku tau kamu sangat suka naik gunung, kalau sudah luang mari naik bareng lagi."
"Siap Thom. Secepatnya kita bakalan muncak lagi, aku beresin dulu masalahku."
"Nah,itu baru namanya Gema."