Januari, 2008
“Mamanya Dika baik banget! Pantesan anaknya juga baik.” Cerita Putri yang kemarin baru saja diajak Dika, pacarnya untuk main ke rumah Dika.
“Put! Ini udah kali ke…”
“Sepuluh,” lanjut seorang cowok yang langsung duduk di kursi seberang dengan sepiring batagor dan segelas es teh di tangannya.
Rena tertawa. “Tuh, Tristan aja bosen banget denger cerita kamu ini.” Padahal belum juga 10 kali Putri mengatakan itu tetapi sudah terasa seperti lebih dari 10 kali.
Tristan adalah teman sekelas Rena dan Putri. Pribadinya baik dan supel. Tapi sebenarnya kehadiran Tristan membuatnya kurang nyaman. Rena secara diam-diam mengetahui bahwa Tristan menyukainya. Ia mengetahui itu saat tidak sengaja mendengar pembicaraan Tristan dengan teman dekat Tristan, Dika yang merupakan pacar Putri.
Sejak mendengar perkataan Tristan secara diam-diam setahun lalu, sesekali Rena memperhatikan Tristan. Tristan sungguh bersikap biasa terhadapnya. Tidak ada tindakan agresif yang dilakukan Tristan terhadapnya. Tapi justru Rena malah penasaran. Ada keinginan untuk membuktikan Tristan benar-benar menyukainya.
"Bisa gak kalo kalian gak satu kelompok laporan praktikum Biologi? Teganya kalian berdua sama-sama pinter dan selalu satu kelompok." Celetuk Tristan sembari menyuap batagornya.
"Okelah sekali-kali aku satu kelompok sama Tristan." Respon Rena dengan cepat.
"Apa???"
"Beneran??"
Putri dan Tristan tersentak kaget secara bersamaan. Putri tidak terima berkelompok dengan Boni karena bisa dibilang Boni anak paling malas di kelas. Sedangkan Tristan mengukir senyum bahagia mendengar pernyataan Rena. Putri terus protes tetapi Rena meyakinkan Putri untuk sekali ini saja mereka tidak berkelompok. Sudah sering sekali mereka mendapat komentar yang diucapkan Tristan tadi. Padahal di dalam hatinya, Rena penasaran dengan Tristan. Ini kali pertamanya berkelompok dengan Tristan.
Ponsel Rena bergetar.
[From: Kak Raline] Semalam Reno bertengkar dengan papa mama untuk hal yang sama. Apakah benar, Reno ingin menjadi dokter karena mama kamu?
DEG! Hati Rena memanas. Matanya mulai berair. Membaca pesan itu membuat Rena mengartikan bahwa Raline menyalahkan mamanya atas pilihan Reno. Rena merasa tersudut tapi seketika Rena menjadi merasa tidak enak hati atas permasalahan yang ada pada keluarga Reno.
Semakin menuju bulan Ujian Nasional, Raline selalu mengiriminya pesan singkat yang berisikan bahwa Reno semakin stres dengan tekanan keluarga. Juga, Rena merasa Reno semakin jauh darinya. Semakin hari Reno semakin diam. Satu hal yang pasti, ada yang berubah.
Lampu lalu lintas sudah berubah merah seperdetik yang lalu tetapi Reno baru saja menginjak rem.
“Aku yakin sesuatu terjadi.” Rena memberanikan diri untuk mengatakan hal itu. Lagi.