Januari, 2020
"Dokter Rena, ternyata ada 5 pasien rawat inap." Lapor seorang perawat.
"Masih 2 lagi yang harus di visit ya?"
"Iya. Maaf ya Dok." Ucap perawat itu sembari mengikuti langkah cepat Rena.
Hari yang sangat padat. Banyak pasien rawat inap yang harus Rena pantau. Selain itu banyak anak yang mengantri di poli. Baru saja pagi ini Rena pulang dari Bali untuk menghadiri seminar, pulang-pulang langsung ke rumah sakit. Belum sempat juga beristirahat ia harus bekerja.
"Halo, Tasya! Hari ini mau ngapain?" Sapa Rena yang sudah berpraktek di polinya.
"Minta balon."
Rena tertawa.
"Dok, Tasya selalu bilang mau jadi dokter seperti Dokter Rena. Katanya karena Dokter Rena sangat tulus melayani pasien."
SEEERRR. Ia terbawa ke memori yang sudah lalu. Rena tidak ingin menjadi dokter tapi berakhir menjadi dokter spesialis anak.
Jelas dirinya teringat... Reno.
Rena melihat ke akun Instagram Reno. Ia tidak mengikuti Reno di Instagram tetapi sering menilik keadaan Reno dari sana. Tidak ada keberanian untuk mengikuti akun Reno.
Mata Rena tertuju pada foto Reno yang sangat menawan. Berdiri mengenakan setelan jas biru dongker dan bergaya dengan kedua tangannya masuk ke saku celananya. Aura kharismatik tentu terpancar dan membuat Rena semakin merindukannya.
Melihat Reno yang sekarang, ada sebersit penyesalan di dalam hati Rena. Bermacam pengandaian memenuhi pikirannya. Padahal 12 tahun sudah berlalu.
"Ah, selalu sedih kalo inget kamu, Ren." Rena mengusap air matanya.
Lalu Rena menggeser ke foto lainnya. Jempolnya berhenti pada foto pernikahan Reno dengan Felicia 5 tahun yang lalu. Reno dan istrinya melangsungkan pernikahan di Australia. Terlihat bahwa pernikahan itu dilangsungkan secara tertutup. Tidak banyak tamu undangan. Bahkan teman-teman SMA tidak ada yang diundang.
Di foto itu Reno menuliskan: She said will do every thing with me. Let's do it together then, I said. Rena kembali menangis melihat foto itu. Tapi tidak bosan juga ia terus melihat foto itu. Senang melihat Reno di foto itu. Reno tampak sangat bahagia bersama istrinya. Senyum itu... senyum yang pernah Rena miliki.
Di balik setirnya, Rena menangis.
***
Malam ini Rena tidak pulang ke rumah. Karena sudah dewasa, papa mamanya tidak lagi sering menanyakan keberadaan Rena. Bahkan saat Rena mengatakan hendak bermalam di hotel, papa mamanya malah berkomentar bahwa Rena suka menghamburkan uang.
Iya, ini bukan kali pertama melainkan sudah sekian kali Rena menghabiskan malam di hotel. Rena memilih menginap di hotel untuk me time. Menurutnya, hotel bisa membuatnya tidur pulas karena terasa private. Kebetulan besok ia mengambil cuti, jadi ia ingin staycation di salah satu hotel bintang 5.
Rena menuju resepsionis untuk check in. Sembari menunggu, tiba-tiba ia mencium aroma parfum yang sangat ia kenal. Saat yang bersamaan, jantungnya berdegup tak beraturan. Di pikirannya sudah terlintas satu nama.
Rena membaca tulisan nama hotel di resepsionis. Meyakinkan diri hotel mana yang ia tuju.
Aroma parfum itu sudah menghilang. Rena lega.
"Ini Bu kuncinya," Rena diberi card key oleh petugas resepsionis.
Cepat-cepat Rena menuju lift dan untuk menuju ke lantai 15. Pintu lift tertutup segera, Rena menghela nafas lega. Tapi, baru sedetik, pintu kembali terbuka. Datanglah rombongan orang kira-kira 5 orang. Aroma parfum itu tercium lagi. Rena segera menunduk.
"Sudah kamu siapkan berkas dokumennya kan? Tidak ada yang tertinggal?"
Untuk pertama kalinya, Rena cegukan di situasi yang canggung. Tentu itu menarik perhatian semua yang ada di dalam lift. Hal itu merupakan respon panik Rena karena berada di satu lift yang sama dengan… Reno.
Setelah 12 tahun akhirnya ia kembali bertemu dengan Reno. Bertemu kembali dengan Reno di situasi yang jauh berbeda. Reno yang berbeda.
"Rena?"
Reno menyadari keberadaan Rena. Orang-orang yang bersama Reno memandang Rena juga. Cegukan Rena malah berlanjut panjang dan membuat Rena salah tingkah.