Maret, 2020
"Mungkin lusa aku baru di rumah. Kamu? ... Sampai ketemu kalo gitu. Bye..." Rena mematikan ponselnya dan memasukkannya dalam kantong.
"Tristan, ya?"
Tak dipungkiri bahwa Rena dan Tristan semakin dekat. Rena sedang mencoba.
"Mau tau aja!" Jawab Rena sembari meninggalkan Tiara.
Rena dan Tiara merupakan teman dekat saat mereka kuliah. Sempat berpisah karena Tiara sekolah spesialis di Bandung. Tetapi mereka terus berkomunikasi dengan baik dan lebih baik lagi ketika bekerja di rumah sakit yang sama.
Rena memandangi panti asuhan dimana mereka melakukan bakti sosial. Panti asuhan yang berada di Puncak dengan bangunan yang dalam keadaan baik, tetapi jauh dari mana-mana. Panti asuhan ini ternyata mempunyai donatur tetap yaitu Rumah Sakit Harapan Kita, rumah sakit dimana Rena bekerja dan Bliss Hotel. Ia baru tahu ketika pemilik panti asuhan, Bu Narmi bercerita kepadanya.
"Yuk masuk." Ajak Tiara.
Acara dilangsungkan di ruang tengah yang cukup luas sehingga mampu menampung lebih dari 75 orang. Terdengar riuh gembira anak-anak mengikuti games yang diberikan oleh MC.
Di tengah acara, sesekali Rena melihat ke sekelilingnya memastikan keberadaan Reno. Mungkinkah ia datang? Lantas kalau benar ia datang, mengapa? Kenapa ada perasaan yang mengharapkan Reno datang? Rena memeluk tubuhnya karena hawa dingin Puncak.
"Dokter pasti kedinginan ya?" Tanya seorang anak kecil yang duduk tak jauh darinya.
"Lumayan." Jawab Rena dengan senyuman.
"Dokter pasti gak biasa ya?" Tanyanya lagi.
"Iya. Sedangkan kamu pasti terbiasa, kan?" Rena Tanya balik pada anak perempuan yang kira-kira berusia 7 tahun itu sembari mendekatinya dengan memindahkan tubuhnya 3 kursi lebih dekat dengan anak itu.
"Aku Tera." Ucap anak itu.
Rena tertegun dengan anak ini. Sungguh ramah dan sopan. Terlihat dewasa juga. Teman-teman yang lain bergembira di depan sana, tetapi Tera memilih bangku paling belakang dan mengamati orang-orang di sekitarnya.
"Dokter tau Audy?"
"Tau. Kenapa?"
"Aku belum melihatnya hari ini. Aku merindukannya."
"Kalian sudah janjian untuk bertemu?"
"Tentu! Sebulan sekali dia pasti datang ke sini. Bersama papanya. Dulu sebelum Tante Felice meninggal dan melahirkan Audy, dia sering ke sini sama Om Reno."
"Kamu sedekat itu dengan Audy?"
"Iya. Bahkan Om Reno ingin menjadikanku anaknya, sebagai kakak untuk Audy. Supaya dia tidak kesepian. Tapi aku tidak mau. Aku cukup bahagia di sini. Aku juga tidak ingin teman-teman semua di sini menjadi iri denganku."
Hati Rena terenyuh mendengarnya. Tera begitu manis dan dewasa di umur yang masih belia itu.
"Audy sudah seperti adikku. Om Reno pun seperti papa bagi kami,"
"Itu Audy!" Tera bergegas keluar ruangan stelah melihat Audy dan Reno sampai melalui jendela-jendela lebar di ruangan itu yang secara langsung terhubung dengan pintu gerbang.
Melihat kehadiran Reno rasanya Rena kegirangan. Bukan. Tapi sepertinya itu bukan girang. Grogi. Reno memang sudah melajang, jelas ini seperti ada kesempatan bagi Rena untuk kembali. Tidak, tidak. Keadaan sudah jauh berbeda. Sudah belasan tahun berselang tentu Reno pun sudah berubah. Apalagi sekarang Reno memiliki seorang anak yang ibunya dikenal sangat baik. Rena tidak bisa menggantikannya. Lagipula, Raline... Rena merasa seperti orang asing.
"Lima menit lagi kita akan mulai dengan edukasi ya," kata Yuri, EO kegiatan bakti sosial mengingatkan Rena.
"Okay."