Sesal

an sanaz
Chapter #2

Start

Soya dipaksa masuk ke dalam toilet laki-laki. Di sana begitu sepi, tak ada yang berkunjung selain mereka berdua, karena semua orang berada di lapangan, masih menjalankan kegiatan MOS. Soya mencoba melepaskan cekalan, tapi tidak bisa, tenaga Naya begitu kuat hingga mampu melemaskan pergelangan tangannya. Naya membuka pintu bilik toilet nomor enam. Dibantingnya Soya ke dalam bilik itu. Soya meringis, tulang punggungnya terasa linu terbentur dinding, pantatnya merasakan suatu sengatan yang menyakitkan.

"Bersihkan semua bilik toilet yang ada di sini!" Naya pergi tergesa, membanting pintu toilet, meninggalkan perempuan yang belum dikenalnya.

Kenapa jadi serumit ini? Soya meringis saat mencoba berdiri. Tak pernah terpikirkan olehnya akan hal seperti ini. Yang Ia inginkan hanya teman, kebahagiaan. Kenapa Tuhan sangat sering menimpanya dengan keburukan? Tidakkah Tuhan ingin mencoba menimpanya dengan kebahagiaan?

Aku tidak mau seperti ini terus! Soya berjalan menuju wastafel. Ia menatap dirinya di cermin. Lihatlah aku, dia iri karena kecantikanku. Pantas saja dia begitu marah. Dadanya terus naik turun, mata dan hidungnya memerah, lalu turunlah air mata.

“Baiklah, dia yang memulai, bukan aku. Lihat saja nanti!” pekik Soya.

Lama-lama, ada rasa ingin membalas jika seseorang yang diperlakukan buruk oleh orang lain. Perundungan sudah dialami Soya sejak umur tiga belas tahun. Masa di saat Soya mulai mengalami pubertasi. Dulu, waktu ia masih SD, banyak orang yang menemaninya, bersedia menjadi temannya. Tapi semenjak ia memasuki Sekolah Menengah Pertama kelas dua, tak banyak orang yang menyukainya—kecuali kebanyakan dari kaum adam. Paras Soya jauh berbeda daripada temannya yang lain—memiliki wajah setengah eropa, setengah tionghoa. Mungkin itu alasan Soya dijauhi.

Ada satu teman yang Soya punya. Namanya Riri. Tapi hati tak sejalan dengan keinginan. Teman yang ia punya—yang sudah Soya anggap sebagai keluarga, ternyata serupa saja dengan mereka. Mirip sekali dengan malaikat berhati iblis.

“Tolong! Buka pintunya!” teriak Soya seraya memukul pintu toilet keras-keras. “Siapa saja, Tolong!” Saat Soya menarik-narik pintu, tiba-tiba terbuka sendiri, menyebabkan tubuh dan raganya belum siap menerima. Soya jatuh terduduk. Kedua kalinya ia merasakan aliran menyakitkan pada tulang ekor.

Soya meringis. “Ah ... sakit sekali,” ucapnya memegang pantat.

“Eh, kenapa kamu ada di sini? Kamu mau mengintip ya? Jangan deh, bahaya tahu kalau ada yang jahil.” ucap laki-laki itu. Soya lupa jika tadi ia dibawa ke toilet laki-laki, bukan perempuan.

Lihat selengkapnya