Hasbar menyembunyikan mulutnya yang menguap dengan telapak tangan kanan. Sedangkan yang duduk di sampingnya adalah embak marketing garis keras, kerjanya bicara terus. Sadya berhasil mendata siswa kelas sepuluh yang jadi targetnya pagi tadi, sebelum bel masuk. Seorang diri. Pasti wajah juteknya yang membuat misi itu berjalan mulus. Anak kelas sepuluh mana berani menolak ditanya-tanya oleh senior-yang-pas-diam saja sudah menakutkan.
“Nggak perlu ditanya satu-satu. Usahakan dekati dulu ketua kelasnya. Dari dia, lu bisa minta bantuan kecil, misalnya gantiin lu bertanya ke teman-temannya.” Sadya bicara sambil tangannya bergerak-gerak. “Karena … enggak semua siswa mau menjawab dengan jujur pertanyaan kita.”
Capek-capek cewek itu menjelaskan trik cepat menyelesaikan tugas dari JR, Sekhan menanyakan hal lain.
“Eh, Sad! Pernah pacaran, nggak?”
Sadya cuma melirik malas pada Sekhan sebelum melanjutkan penjelasannya pada Hasbar, “Kita butuh orang yang bisa ngasih info yang benar saat kita dijauhi oleh target. Tapi lu juga nggak boleh terlalu bergantung sama ketua kelas mereka. Pastikan dulu dia nggak asal kerja. Kalau perlu kasih penyemangat, uang misalnya.”
Ditanggapi dengan kata-kata hanya menambah panjang obrolan. Hasbar pilih bergumam sambil manggut-manggut. Biar Sadya puas dan berhenti membuat hari ini tambah membosankan.
“Sad, jawab dulu dong. Ah, jangan-jangan lu nggak pernah pacaran, yaaaa?” Sekhan kembali bertanya dan kepalanya agak maju beberapa senti.
Sadya berdecak. Wajahnya makin tidak enak dipandang.
“Sad, kok diam?”
Sikap keras kepala Sekhan yang menuntut jawaban membuat Hasbar melirik diam-diam pada Sadya. Hasbar sedang mengecek raut wajah cewek itu sudah sekesal apa sekarang.
“Gue jomlo ada alasannya. Nggak kayak lu, jomlo karena nggak laku,” ucap Sadya sambil menatap Sekhan dengan tatapan tajam.
“Ah!” Sekhan gelagapan dan buru-buru berdehem.
“Kenapa, lu?” tanya Hasbar.
“Umm, enggak. Nggak sengaja liat hantu,” ucap Sekhan.
Justru dengan menjawab seperti itu, Sadya kemudian marah. Ia memukul lengan Sekhan dua kali lalu berteriak, “Lu ngatain gue hantu?!”
Sekhan sengaja tersentak kaget. “Oh, lu ngerasa, ya? Maaf,―duhhhh!”
“Rasain, lu!” Hasbar terbahak melihat Sekhan kesakitan setelah kakinya diinjak oleh Sadya.
“Oi!”
Sadya memutar cepat kepalanya ke arah suara itu datang. Sekhan dan Hasbar diam-diam bertukar pandang dengan raut serius. JR kalau muncul tanpa diundang begini biasanya membawa kabar buruk. Soalnya, JR lebih sering menghilang daripada menampakkan diri. Jika ingin menemuinya, orang-orang selalu menunggu ada rapat OSIS dulu, JR paling mungkin ditemui di sana.
“Bisa ikut gue sebentar?” tanya JR setelah menyandar di depan pintu.
“Gue?” tanya Hasbar sambil menunjuk dadanya. Tatapan JR memang tertuju padanya saat ini.
JR menggeleng. “Gue ngomong sama cowok di sebelah lu,” ucapnya sambil terkekeh ringan.
“Terus ngapain lu liatin gue dari tadi?” Hasbar menggaruk kepalanya lalu menoleh pada Sekhan. “Kalian mau bahas apa?” tanyanya dengan suara lebih kecil.
“Klub SESAT… mungkin.”
Jawaban iseng Sekhan membuat semua siswa menoleh. Tidak ada topik yang sesensitif itu di sekolah ini.
JR menggerakkan jari-jarinya agar Sekhan keluar kelas bersamanya. Sekhan bangkit setelah berbisik pada Hasbar, Gue akan tunjukkin sesuatu yang menarik tentang JR sama lu.
“Yang ada, lu dilatih jadi sapi siap sembelih,” balas Hasbar, mengambil pena di atas meja dan melemparkannya ke bokong Sekhan.
***
“Kita mau ngobrol di kantin?” tanya Sekhan yang mengekori JR sejak tadi. Kantin sudah di depan mata. Kira-kira lima meter lagi dan mereka sampai di jalan masuknya. Mereka masih di area gedung IPA yang memanjang ke arah utara. Di ujung gedung itulah, kantin berada.
Langkah JR terhenti. Sekhan terpaksa menubruknya dari belakang. Cowok itu mengusap hidungnya sebelum buka mulut. Bahkan motor yang mau berhenti punya tanda. Tapi kemudian ia ditarik ke depan dan batal mengomel.
Detik berikutnya, Sekhan hanya bisa pasrah dijadikan tameng. JR bersembunyi di belakangnya sambil sesekali melongokkan kepala, memeriksa keadaan di depan. Sekhan mengikuti arah matanya dan tidak mendapati sesuatu yang aneh. Hanya ada siswa-siswi yang hendak masuk ke dalam kantin.
Siswa itu adalah Rifan. Anggota klub SESAT.
Sekhan mengernyit lama. Mana mungkin JR ….
Kebingungan Sekhan terjawab saat cewek di samping Rifan menoleh dan memperlihatkan sebagian wajahnya. Uh oh. Astaga.
Sekhan seketika panik dan memutar badan. Sialnya, lengannya ditahan kuat oleh JR.
“Eeh, lu mau ke mana?”