Sesuatu Tentang Kita

Shayma karan
Chapter #3

STK#3

Aku masih berdiri memandangi sebaris nomor telpon yang tercatat di kontak ponsel. Nomor kontak Rasya, yang dia berikan sejak seminggu lalu. Tidak, aku tidak langsung menghubunginya sejak hari itu. Sebab, menurutku untuk apa langsung mengalihkan obrolan ke pesan yang lebih pribadi? Emang mau bahas apa? Mau bahas masalah ice cream rasa vanila lagi? Atau mau bahas dia yang nangis minta dibelikan nasi padang, sementara uang ibu pas-pasan? 

"Hayo ... mikirin apa?" Handa, menatapku dengan curiga. Ibu satu anak ini memang manusia yang selalu penasaran tentang cerita hidupku.

Aku menggeleng. Mematikan ponsel kembali.

"Udah siap presentase hari ini?" Dia mengeluarkan lembaran abstrak dari judul makalah ku. "Nanti tunjuk aku ya buat nanya? Gak akan nanya yang susah-susah kok." Begitulah adat istiadat di kelas kami. Tawar menawar tentang pertanyaan, padahal sih menurutku itu tidak ada gunanya. Ya untuk apa mengajukan pertanyaan yang sudah ketebak jawabannya?

"Oh iya, Tha. Udah tau nggak kalau Rasya pulang?" Iya, Handa juga salah satu orang yang tahu kalau aku mengenal mahluk itu. Tapi dia tidak tahu jika kami saling kenal sejak kecil, hanya tahu kalau orang tua kami bersahabat saja.

Aku mengangguk. Bahkan udah dapet nomor telponnya berkat ketololanku seminggu lalu.

"Kemarin aku ketemu sama dia, sama Winda juga." Handa terlihat antusias. Kini dia telah memasukkan tas ke dalam meja. "Aku pangling lihat dia, Tha. Padahal dulu gak ganteng gitu lho! Kok sekarang ganteng banget ya?" Ini sebenarnya maksudnya apa sih? Dari minggu lalu orang-orang di sekelilingku hanya membahas tentang ketampanan mahluk itu. Kan bikin tambah penasaran!

"Terus tau nggak?" Tubuhku disenggol pelan. Tatapan Handa berubah dengan bibir yang terangkat sudutnya. 

"Apa?"

"Kalian mirip!" Ya Gusti ... Jika saat ini sedang minum sudah pasti aku akan tersedak dan kesusahan bernapas. Kenapa semua orang yang telah bertemu dengan mahluk itu menjadi aneh seperti ini si? Kemarin Winda, sekarang Handa. Besok siapa lagi?

"Emmm Da?" Tanganku menoel lengan Handa. Membuyarkan sejenak fantasi tak masuk akalnya. "Lensa kaca mata kamu udah diganti apa belum sih?" Menurutku ini pertanyaan penting yang harus di kelarifikasi.

Handa mengangguk. Kemudian melepas kaca mata berbentuk kotaknya. "Kemaren di spesialis. Sejutaan gitu lah," jelasnya dengan wajah cukup serius. "Kenapa? Kamu mau ganti juga? Kaca mata kamu yang sekarang bagus kok."

"Enggak ... cuma mau mastiin aja, kalau penglihatan kamu nggak terganggu akhir-akhir ini." Benar kan? Hanya orang yang terganggu penglihatannya saja, yang akan menyimpulkan dua mahluk asing tak pernah bersinggungan memiliki kemiripan. Aku dan Rasya? Pernah bersinggungan soal apa? Ice cream? 

Handa menautkan kedua alisnya. Dia baru engeh setelah beberapa menit, dan satu jaweran mendarat di pipiku. "Seriusan, Tha. Mata kalian tu mirip. Miriiip banget! Aku sampai pangling!"

"Semua manusia punya mata yang sama. Emang kucing?"

"Dikasih tau!" Iya ... kalau tahu hasilnya malah sekarang bikin dadaku lari-larian tidak jelas begini, ya lebih baik jangan dikasih tahu kan?

Winda berjalan ke arah kami, kemudian meletakkan paket tebal di atas meja dan, ikut duduk. Rusuh banget pokoknya.

"Beneran kan, Win?" Handa rupanya ingin mencari dukungan suara.

Lihat selengkapnya