Salam terdengar dari depan. Ia kenal betul suara itu. Yang menjadi pertanyaan, untuk apa bertamu pagi-pagi sekali. Fadli yang baru saja selesai mandi berjalan cepat. Saat semakin dekat, dari arah pintu salam kembali terdengar. Benar saja, seperti apa yang sudah ia tebak, yang datang ke rumahnya pagi-pagi buta itu adalah Novita, di samping anak itu berdiri Ujud. Aku dan Ujud ingin melihat saat Fadli pergi. Begitu penjelasan Novita.
“Beta seng bisa tidor satu malam.”[1] Fadli yang akan pergi, Novita yang gelisah. Hatinya sama sekali tidak bisa jika antara ia dan Fadli ada perpisahan. Mulai dari Fadli yang selesai berpakaian sampai ia yang benar-benar hilang dalam pandang mata dibawa ayahnya pergi, Novita dan Ujud begitu setia. Terus melihat bagaimana tubuh sahabat mereka itu hilang dibawa angkot desa, mobil tua yang setiap kali rodanya berputar mengeluarkan suara bising seperti langit yang sedang meronta akan runtuh. Pikirku kenapa momen itu harus begitu dramatis, Fadli hanya akan pergi ke ibu kota provinsi dan pulang sebelum matahari tenggelam.
######
Selain adalah orang pertama di antara mereka akan pergi ke ibu kota provinsi, Fadli juga adalah yang pertama di antara ketiganya yang akan menaiki mobil. Hal itu membuat Novita dan Ujud menjadi antusias untuk datang melihat momen sederhana yang luar biasa bagi ketiganya itu. Untuk melihat Fadli naik dan duduk dalam mobil tua, Novita bahkan rela datang pagi-pagi buta.
“Barang beta balom pernah nae oto ibu guru.” Jelas Novita. Aku dibuat cukup tertawa saat Ujud dan Novita menceritakan kejadian pagi itu.
########