Setelah 1999

Pintu Belakang
Chapter #8

Surat-Surat Kecil

Jam terus berputar ke kanan. Masa berlalu tahun berganti. 365 hari satu tahun masa pengabdianku di desa Rutah selesai sudah. Semua keperluan untuk kembali ke Jakarta mulai aku siapkan perlahan.

Dari pada memberikan pelajaran, sisa waktu pengabdian, di sekolah aku memili untuk lebih banyak berama tamah. Harapku hal itu akan bisa membuat aku lebih dekat dengan mereka.

Layaknya jamur yang tumbuh subur saat musim hujan, di rumahku berbagai barang yang didominasi Ikan dan Sotong kering teramat ramai berdatangan bahkan dua minggu sebelum hari di mana aku akan pulang. Kebiasaan masyarakat menggunakan kapal laut, penduduk desa mengira aku bebas membawa banyak barang saat menggunakan pesawat. Satu per satu penduduk desa datang dan membawa apa pun yang sekiranya ingin mereka berikan. Salah satu orang tua murid bahkan memberikan aku irisan Bambu muda kering yang hampir tembus sepuluh kilo.

Saat malam, saban hari banyak murid datang ke rumah tempat tinggalku.

“Ibu guru su mau[1] pulang jadi katong mau barmaeng deng ibu guru tarus.” Kurang lebih seperti itulah apa yang mereka berikan sebagai alasan.

Hal yang tak pernah disukai dari setiap pertemuan yang menyenagkan adalah perpisahan. Apa yang sedang terjadi padaku dan anak-anak itu.

Lihat selengkapnya