Aku pernah jadi musuh bagi diriku sendiri. Bukan karena aku jahat, tapi karena terlalu keras. Setiap kesalahan sekecil apapun aku simpan, kutandai, kuingat. Aku hukum diriku diam-diam, setiap malam, tanpa ampun. Kadang dengan kalimat menyakitkan di kepala, kadang dengan sikap dingin pada diri sendiri. Seolah aku tak layak dimaafkan, seolah semua ini pantas kutanggung terus-menerus.
Kupikir dulu, marah pada diri sendiri adalah bentuk tanggung jawab.
Bahwa rasa bersalah harus dipelihara agar tidak terulang.
Bahwa memaafkan diri itu bentuk kelemahan, bentuk pelarian.
Tapi aku salah. Aku yang terus memelihara luka itu malah tumbuh jadi seseorang yang penuh kebencian. Bukan ke orang lain --- tapi ke diri sendiri.
Aku membangun tembok tinggi di dalam dada. Aku menolak kelembutan. Aku menolak dipeluk. Aku menolak percaya. Sebab aku pikir aku pantas hidup seperti ini. Sendiri. Terjebak dalam kesalahan. Terpenjara oleh ingatan.