Luka akan menemukan waktu sembuhnya. Jangan tergesah-gesah untuk pulih. Nikmati saja prosesnya sebaik yang kita mampu. Percayalah, menyembuhkan luka tak semudah yang di bayangkan.
______________________
“Baik anak-anak, jangan lupa tugas di kumpul di pertemuan berikutnya. Selamat siang!” ucap pak Abdi seraya merapikan buku di mejanya.
“Selamat siang pak!” jawab semua murid dengan serentak, setelahnya pak Abdi berjalan keluar meninggalkan kelas.
Setelah terdengar suara bel berbunyi, pertanda sekolah telah di bubarkan. Shalitta bergegas merapikan buku serta alat tulis dan memasukkan semuanya ke dalam tas ransel berwarna biru muda miliknya.
“Mau langsung pulang?”
“Iya Key,”
“Yauda kalo gitu, gue duluan ya Ta. Yasa udah nunggu di parkiran. Bye Shalitta!” Shalitta hanya tersenyum sambil menggeleng melihat Keisha yang tengah berlari keluar kelas.
“Ta. Mau bareng gak ke depan?”
“Duluan aja Mit, gue mau ke perpus dulu.”
“Oke,” balas Mitha yang langsung meninggalkan Shalitta sendiri di kelas.
Shalitta menggendong tas biru muda miliknya dan berjalan ke luar kelas sambil menggendong beberapa buku ditangannya. Berjalan ke arah perpustakaan, ia ingin mengembalikan buku yang kemarin sempat ia pinjam untuk mengerjakan tugas.
Saat perjalanannya menuju perpustakaan, tiba-tiba langkahnya terhenti. Pandangannya terpaku pada seorang cowok yang tengah merebut bola dan melemparnya dari garis three point dengan sangat sempuran. Ya, cowok itu adalah Elang. Masih sama seperti dulu saat bersamanya, kini Elang masih sebagai kapten basket di SMA Angkasa.
Tubuhnya mematung, kini ia melihat Elang duduk di pinggir lapangan basket. Keringat mulai menetes dari wajahnya. Seragam sekolah yang ia pakai juga sudah basah berkeringat. Gadis yang tidak diketahui namanya oleh Shalitta, datang membawa sebotol air mineral dan memberikannya pada Elang. Ia kembali teringat, bahwa dulu ia lah yang selalu membawakan air mineral untuk Elang dan menemani cowok itu saat latihan. Tanpa ia sadar, matanya mulai memanas. Shalitta menahan agar buliran bening itu tidak tumpah.
Gadis yang bersama Elang melihat kearahnya sambil tersenyum, Shalitta terkejut. Tanpa pikir panjang, Shalitta langsung melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan. Berkali-kali ia merutuki dirinya, ia cemas kalau saja Elang tahu bahwa sedari tadi dirinya memperhatikan cowok itu.
***
Shalitta berpikir, seharusnya jatuh cinta itu bahagia, bukan seperti ini, bukan malah menghancurkan hati. Tapi ia salah, Shalitta terlalu bahagia saat jatuh cinta, sampai ia lupa mempersiapkan hatinya untuk menghadapi seribu satu hal yang menyakitkan.
Siang ini ia kembali merasakan kesedihan yang sudah lama ini ia berusaha mati-matian untuk melupakannya. Mood-Nya hancur. Kali ini ia ingin menyendiri dengan pergi ke sebuah kafe yang biasa ia datangi kalau merasa bosan atau sedih. Dengan masih menggunakan seragam sekolah, Shalitta berjalan membuka pintu kaca yang langsung di sambut hangat oleh para karyawan kafe ini. Shalitta berjalan menuju meja paling ujung yang tidak terlalu ramai.
Setelah memesan, Shalitta meraih ponsel dari dalam tasnya. Mencari kontak seseorang dan mendialnya.
“Assalamualaikum bunda. Adek pulang telat ya. Lagi ngerjain tugas,” ucapnya langsung saat seseorang di seberang sana menggangkat panggilan telepon darinya.
“Adek dimana? Mau dijemput gak pulangnya? Biar nanti bunda suruh pak budi buat jemput,”
“ Adek di rumah temen,” bohongnya lagi. “Gak usah bunda, nanti adek pulangnya sendiri aja.”
“Yauda, nanti pulangnya hati-hati ya dek, jangan terlalu sore pulangnya.”