Cahaya melirik jam tangan mungil berwarna putih di pergelangan tangan kirinya. Pukul setengah tujuh pagi kurang sepuluh menit. Susana sekolah masih sepi. Udaranya sejuk. Samar-samar tercium bau rumput yang habis dipangkas oleh tukang bersih-bersih sekolah. Cewek berambut panjang sepinggang itu menghirup udara pagi yang bersih, lalu mengembuskannya perlahan. Langkahnya ia percepat. Ruang kelasnya tinggal beberapa meter lagi. Begitu sampai di depan pintunya, ia langsung membukanya. Ia menghentikan langkahnya dengan mata membulat saat menemukan seorang cowok duduk di bangkunya. Tubuhnya seketika kaku. Napasnya tercekat, ia menelan ludah dengan susah payah.
Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia sungguh tidak menyangka akan melihat cowok yang beberapa hari ini ia hindari.
Cahaya melemaskan otot-otot tubuhnya. Kedua tangannya terkepal erat. Matanya menatap tajam ke arah cowok yang sedang memandangnya itu.
"Ngapain duduk di tempat dudukku? Pindah!" suruhnya dengan intonasi suara tinggi. Ia menggertakkan giginya melihat cowok itu bergeming di tempatnya. "Kamu denger apa yang aku bilang, kan? Pindah!" bentaknya. Bahu Cahaya naik turun menahan emosi.
"Kamu kenapa, sih?" Cowok itu malah bertanya. Ada nametag bertuliskan 'Guntur Wijaya' di sebelah kanan atas dadanya.
"Aku nyuruh kamu pindah dari tempat dudukku," jawab Cahaya dengan suara dingin.
"Bukan itu." Guntur menggeleng. Ia menatap lekat Cahaya yang malah membuang muka darinya. "Kamu mengindari aku. Kenapa?" tanya Guntur.
Mata Cahaya seketika panas. Dadanya mulai sesak. Ia mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Sekuat tenaga menahan air mata yang hendak keluar dari rongga matanya.
Cahaya menggeleng. "Nggak papa."
"Tolong jangan bohong, Cahaya. Ngomong, ada apa?" Guntur bertanya dengan sabar. Ia berdiri kemudian berjalan mendekati Cahaya. Perasaannya semakin kalut melihat Cahaya yang matanya sudah berkaca-kaca. "Apa salah aku?" tanyanya setelah sampai di depan Cahaya.
Pertahanan Cahaya runtuh. Tangisnya pecah. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan dan berjongkok. Tak ingin Guntur melihatnya menangis, tapi sayang cowok itu sudah melihatnya.
Guntur ikut berjongkok di depannya. "Cahaya." Panggilan Guntur itu membuat tangis Cahaya semakin hebat. Guntur bingung apa yang mesti dilakukannya.