Setelah Patah Hati

Nur Afriyanti
Chapter #3

💔 Mulai Melupakan 💔

Cahaya melepas foto dirinya bersama Guntur yang ia cetak dan digantung di tali dengan penjepit kertas di tembok kamarnya. Foto saat Study Tour, saat praktik membuat kue kering, saat merayakan ulang tahunnya tahun lalu, saat acara Tujuh Belasan, dan saat tim basket Guntur menang dalam pertandingan antar SMA. Foto-foto yang ada di galeri hpnya juga ia hapus tanpa sisa.

Sejak menyukai Guntur, Cahaya suka menulis puisi atau quotes cinta di buku dan catatan hp. Ia menghapus yang ada di hp, dan menyobek yang ada di buku untuk dikumpulkan bersama foto-foto yang akan ia bakar.

Di pekarangan rumahnya ia membakar kertas-kertas itu. Cahaya menatap dengan sendu kertas yang berubah menjadi abu tersebut. Ada rasa tak tega melihat benda-benda tersebut terbakar, tapi karena itu adalah salah satu cara supaya ia melupakan Guntur, maka ia harus melakukannya.

Api yang membakar kertas-kertas tersebut padam setelah semua kertasnya terbakar. Yang ada kini adalah seonggok abu panas. Angin yang berembus agak kencang menerbangkan abu tersebut ke wajah Cahaya, membuat cewek ber-hoodie putih itu batuk-batuk dibuatnya. 

"Abis bakar-bakar apa, nih?" Suara ayah Cahaya yang berasal dari belakang tubuhnya membuat Cahaya menoleh padanya.

"Sampah, Yah," dustanya sambil tersenyum.

Ayah Cahaya menunjukkan eskpresi tak percaya—bibir mengerucut dan kedua alis bertaut. "Rajin amat malam-malam bakar sampah."

"Ya," ucap Cahaya. Bingung mau menanggapi apa.

Ayah Cahaya duduk di samping kanan anaknya. Ia menyenggol bahu Cahaya dengan bahunya sambil tersenyum.

"Apaan?" tanya Cahaya sambil tertawa.

Ayahnya menggeleng. Pria yang telah menjadi ayah sekaligus ibu untuk Cahaya sejak Cahaya lahir itu mengalihkan pandangannya ke ke depannya, ke segerombolan bunga matahari yang ditanam Cahaya yang bunganya merekah indah. Lampu pekarangan menyorotnya dengan cahayanya yang putih.

Belakangan ini, ia melihat anak semata wayangnya itu sering berwajah murung, lesu, dan matanya menyimpan kesedihan. Baru kali ini ia melihat Cahaya seperti itu. Jelas ada sesuatu yang telah menyakiti anak perempuannya yang berperangai ceria itu. Ia ingin bertanya, tapi urung saat melihat Cahaya berusaha tegar dan bersikap baik-baik saja. Ia menduga alasannya adalah tentang asmara. Dengan siapanya, ayah Cahaya hanya bisa menduga-duga. Ia tahu Cahaya dekat dengan salah satu teman cowoknya yang bernama Guntur. Tapi entah itu bukan cowok yang membuat Cahaya kehilangan semangat akhir-akhir ini.

"Yah," panggil Cahaya tanpa menoleh padanya. Yang dipanggil melirik pada Cahaya.

"Gimana caranya ... ngelupain seseorang?" tanya Cahaya dengan dengan suara pelan, ragu, dan malu-malu. Ia bimbang mau bertanya hal ini kepada ayahnya atau tidak, karena selama ini, Cahaya belum pernah bertanya sesuatu model begini. Tapi, ia sangat butuh solusi dan saran terkait ia yang harus melupakan Guntur. Siapa tahu ayahnya ini punya jurus atau tips jitu untuk melupakan seseorang.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Cahaya, ayahnya langsung paham dugaannya tepat. Oh, berarti cinta anak ceweknya ini bertepuk sebelah tangan? Atau karena hal lain?

"Ya dilupain," jawab ayah Cahaya enteng.

"Ya gimana?" tanya Cahaya menuntut penjelasan.

"Tinggal dilupain ajalah."

Cahaya berdecak mendengar jawaban ayahnya itu. "Jawaban Ayah nggak membantu sama sekali. Coba kasih tipsnya lho, Yah," tuntut Cahaya.

"Apa, ya? Ayah nggak berpengalaman soal ngelupain seseorang." Ayah Cahaya berkata jujur sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eh, Ayah bahkan nggak pernah ngelupain seseorang, karena—"

"Ayah ketemu Ibu yang jadi cinta pertama dan terakhir ayah, dan hubungan Ayah sama Ibu itu mulus kayak jalan tol," sambung Cahaya. 

"Nggak mulus kayak jalan tol juga lah. Ada hambatannya juga," koreksi ayahnya.

"Iya, tapi tetep aja mulus," kata Cahaya.

Lihat selengkapnya