Setelah Patah Hati

Nur Afriyanti
Chapter #10

Karena Aku Melihat Kamu

Cahaya mengangguk dengan perlahan atas pertanyaan yang diajukan oleh Raul itu. Cewek itu membuka mulutnya, lalu sebuah pertanyaan keluar dari bibirnya.

"Kok tau?" 

Raul tertawa renyah. Matanya yang sipit membentuk bulan sabit saat ia tertawa. Membuat wajah tampan memesonanya menggetarkan hati Cahaya.

"Masa aku nggak tau manajer tim basketku sendiri?" tanyanya.

Cahaya tertawa kikuk. Ia menunduk dengan pipi memerah, malu karena ia malah tidak tahu bagaimana rupa kapten tim basket sekolah ini.

"Kamu nggak tau, ya? Padahal udah beberapa kali kamu ke lapangan ini. Sekadar untuk nonton yang lain latihan. Kamu juga ikut dukung waktu kami tanding di SMA sebelah. Kamu dukung si Guntur."

Perkataan Raul itu membuat Cahaya yang semula menunduk mendongak cepat padanya. Mata Cahaya membulat. Apa-apaan ini? Apakah selama ini Raul memperhatikannya? Bukannya apa, tapi bukankah seseorang, atau cewek yang menemani atau menonton pertandingan para anggota tim basket ini ada banyak? Bukan hanya dirinya saja. Apa cowok ini punya ingatan kuat jadi dia ingat kalau Cahaya beberapa kali ke lapangan untuk menemani Guntur. Dulu.

"Tapi akhir-akhir ini ... sebelum kamu jadi manajer, kamu udah nggak pernah ke sini lagi sekadar nemenin Guntur, ya. Peran kamu udah digantikan dengan cewek lain yang merupakan pacarnya Guntur. Siapa namanya? Sani, ya."

Ucapan Raul selanjutnya itu membuat mata Cahaya semakin membulat lebar mulutnya terbuka. Ia memandang Raul dengan tatapan terpana. Siapa cowok di depannya ini? Mata-mata atau pengamat?

"Kok kamu ta—"

"Tau. Iya dong aku tau," katanya, masih dengan menyunggingkan senyum manis yang berhasil membuat Cahaya terpesona.

Raul mengalihkan tatapannya ke lapangan, di mana para anggotanya sedang berlatih. Cowok berkulit seputih susu itu bertepuk tangan saat salah satu dari mereka bergaul memasukkan bola ke dalam ring. Ia tiba-tiba bangkit, lalu sedetik kemudian menoleh pada Cahaya, yang saat ini sedang menatapnya dengan berbagai pertanyaan yang ingin cewek itu tanyakan, tapi ia bingung harus bertanya bagaimana. Raul menatap wajah yang kini tampak lucu dengan mulut sedikit terbuka itu dengan menahan tawa.

"Aku ke lapangan dulu, ya. Mau main. Dah," katanya. Tanpa menunggu respon Cahaya, ia berlari menuju lapangan. Rambut ikal hitamnya bergoyang-goyang saat ia berlari.

Cahaya memandang punggung Raul yang kian menjauh. Kepalanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang cowok itu katakan tadi. Sambil memberikan minuman pada para anggota tim basket yang selesai bermain, matanya melirik Raul yang kini sedang mendribel bola, mengopernya ke teman satu regunya, yang kemudian cowok itu lempar ke ring basket daaann masuk!

Regu Raul bersorak. Raul menoleh pada Cahaya dan melemparkan senyum lebar. Yang dibalas Cahaya dengan senyum kaku. Raul kemudian memunggungi Cahaya, kembali bermain. 

Regu Raul berhasil mencetak skor lebih banyak. Cowok itu berlari kecil menuju tempat Cahaya duduk. Raul duduk di tempat ia duduk tadi. Cowok itu menunjuk kantong berisi air mineral, meminta Cahaya mengambilkannya untuknya. Cahaya mengambilnya lalu menyerahkannya padanya.

Cahaya menggigit bibir bawahnya, ia ingin bertanya tapi entah kenapa lidahnya kaku. Berkali-kali mulutnya terbuka hendak berkata, tapi berkali-kali juga urung. Entah kenapa ia sulit menyusun kata-kata yang hendak dikatakannya. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah memandang wajah Raul dari samping yang tengah menenggak dengan rakus minumannya.

"Raul." Akhirnya, Cahaya dapat mengeluarkan suara setelah beberapa menit terdiam dengan sejuta tanya yang hendak dilontarkan.

Raul menoleh, lalu tersenyum sambil mengangkat alis kirinya. "Iya?"

Lihat selengkapnya