Setelah Patah Hati

Nur Afriyanti
Chapter #11

Plester

Cahaya menghela napas lelah. Dialihkannya pandangannya dari wajah Raul ke depan. Mata cewek tersebut menerawang jauh. Bibir tipisnya membentuk garis lurus.

Anak-anak tim basket satu per satu beranjak dari sana. Waktunya pulang. Mereka berpamitan pada Raul dan Cahaya.

Cahaya buka suara saat semua anak-anak tim basket sudah pergi dari lapangan basket.

"Emang aku mau move on. Mau banget malah, tapi nggak ternyata nggak semudah itu. Aku masih aja cemburu liat Guntur sama Sani. Dan Guntur ..." Cahaya mendesah pelan sembari memejamkan mata. "Sosoknya masih aja buat aku terpana. Rasanya ... dia itu cowok paling ganteng sedunia. Ganteng banget," lanjut Cahaya dengan mata masih memejam.

Raul tertawa kecil mendengar kalimat terakhir Cahaya. Ia kemudian berdehem dan bertanya, "Aku ganteng, nggak?"

Cahaya seketika menoleh ke wajah tampan di sebelahnya. Sejujurnya, Raul tampan. Sangat tampan malah. Sebelas dua belas menurut Cahaya dengan Guntur. Kulit wajah Raul putih, bahkan lebih putih dari kulit Cahaya. Bukan karena produk pemutih atau apa, tapi karena jenis kulit Raul memang putih. Beda dengan kulit Cahaya yang berwara kuning Langsat. Wajah Raul juga manis. Cahaya sadar pada pandangan pertama, ia telah terpesona padanya.

"Ganteng," jawab Cahaya setelah diam beberapa saat.

"Sama Guntur ganteng siapa?"

Cahaya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menggeleng. Apa jadinya kalau ia bilang kalau cowok di sebelahnya ini lebih tampan dari Guntur?

"Kamu harus buka mata, Ca. Bahwa Guntur bukan satu-satunya cowok di dunia ini. Hati kamu tuh masih terpaku sama dia. Secara nggak sadar kamu masih mengharapkan dia. Nggak terima kalo dia punya pacar. Kamu belum ikhlas."

Perkataan Raul itu membuat Cahaya tersinggung. Ia menatap Raul dengan tatapan tajam.

"Aku udah ikhlas, kok," bela Cahaya.

"Masa? Terus kenapa masih cemburu aja liat Raul sama Sani?"

"Ya karena aku belum move on!"

"Karena kamu belum ikhlas."

Cahaya menghentakkan kakinya kesal. Ia buang muka dari Raul. Menatap lapangan basket dengan kekesalan meledak-ledak pada cowok itu, juga bingung pada dirinya sendiri. Masa sih ia masih belum ikhlas melepaskan Guntur?

"Hati kamu belum rela dan menerima," ujar Raul.

"Sok tau kamu," balas Cahaya jutek. Mukanya kusut bagai pakaian yang belum disetrika. 

"Kamu masih mengharapkan dia." Raul terus melontarkan kalimat yang membuat Cahaya kesal setengah mampus. 

"Belum mau melepaskan dia."

"Sok tau! Sok tau! Sok tau!" Cahaya menjerit jengkel. Ia berdiri kemudian berjalan cepat meninggalkan Raul. Langkahnya brutal karena perasaannya tak keruan. Antara marah dan bingung. 

Karena tak memperhatikan jalan, kaki Cahaya tersandung batu yang ada di pinggir lapangan. Cewek itu mengaduh keras saat tubuhnya ambruk ke tanah dengan posisi tengkurap. Kedua telapak tangannya bergesekkan dengan tanah. Debu beterbangan di sekitar Cahaya. Seketika Cahaya sesak napas dan batuk-batuk karena dadanya menghantam tanah dan tak sengaja menghirup debu yang ada di udara sekitarnya.

Sepasang tangan membantunya duduk, lalu menariknya hingga berdiri. Cahaya masih batuk-batuk saat Raul menuntunnya meninggalkan area yang penuh debu itu. 

Lihat selengkapnya