Cahaya berlari mengejar Raul yang sekarang berjalan cepat di depannya. Sampai di belakang cowok itu, ia mencekal lengan Raul.
"Kasih tau gimana kamu tau kalo aku suka sama band ini!" seru Cahaya.
Raul menggeleng sembari tersenyum manis. Ya, ampun, senyum itu! Manis sekali! Cahaya berusaha mengabaikan senyum penuh gula di depannya. Matanya melotot, dan cengkeraman pada tangan Raul ia perkuat.
"Kasih tau, dari mana kamu tau semua ini! Oh, iya, gimana kamu tau kalo dulu aku suka ke lapangan ini dulu, dan tetek bengeknya! Kamu mata-mata, ya?!"
Raul tidak menjawab. Ia hanya tersenyum manis sambil menatap Cahaya di depannya. Benar-benar aneh dan menyebalkan. Cahaya mengeratkan cengkeramannya.
"Kasih tau, nggak?!"
"Nggak." Raul menggeleng.
"Kasih tau! Atau ban motor kamu aku kempesin!" ancam Cahaya. Matanya melotot sampai seperti mau keluar.
Raul tertawa renyah. "Kamu kamu bisa?" tanyanya meremehkan.
"Bisa!" sambar Cahaya.
Raul hanya mengangkat bahu masih dengan tersenyum. Ia menggoyangkan lengannya yang dicengkeram Cahaya.
"Lepasin," katanya.
"Jawab dulu pertanyaanku!" bentak Cahaya. Cengkeramnya pada tangan Raul ia pererat. Berharap dengan begitu cowok itu akan kesakitan dan mengatakan bagaimana ia bisa tahu kalau dirinya menyukai One Ok Rock.
Namun, raut wajah Raul tidak terlihat kesakitan sama sekali. Ia masih tersenyum manis. Lengannya yang dicengkeram Cahaya pun tidak ia gerakkan lagi. Raul kemudian berbalik, lalu berjalan. Lengannya yang masih dicengkeram oleh Cahaya membuat cewek itu mau tak mau mengikutinya berjalan.
Cahaya terus memberondong Raul dengan pertanyaan, tapi cowok di depannya itu masih diam saja. Ia berjalan santai dengan senyum manis terkembang. Seolah seruan Cahaya di belakangnya yang tak henti-henti itu adalah nyanyian merdu yang nikmat sekali didengarkan.
Melihat Raul yang masih diam saja, jelas Cahaya kesal setengah mati. Ia merasa tidak diangggap. Seolah seruannya ini adalah angin lalu, atau suara nyamuk yang berdenging di telinga cowok itu.
Cahaya menggeram kesal, ia lepas cengkeramnya pada lengan Raul. Lalu kedua tangannya mendorong punggung cowok itu. Namun, Raul tidak terjatuh atau kehilangan keseimbangan. Ia masih berjalan santai di depannya. Kali ini kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana basketnya.
Cahaya ternganga di tempatnya. Cowok ini kuat sekali. Ia berjalan cepat menuju Raul. Sampai di belakangnya, ia memukul bahu cowok itu sekuat tenaga dengan kepalan tangannya, tapi tidak berpengaruh apa-apa bagi cowok itu. Raul masih berjalan santai.
"Kamu ini manusia apa bukan, sih?! Kenapa bisa kuat banget?!" seru Cahaya. Ia mengusap-usap kepalan tangannya yang terasa sakit.
Raul tertawa keras. "Ya manusia, dong. Sama kayak kamu," jawabnya.
Cahaya berjalan menyusulnya. Sampai di sebelahnya ia kembali memberondong Raul dengan pertanyaan.
"Kasih tau sekarang, dari mana kamu tau itu semua?!"
Namun, cowok di sampingnya diam saja. Ia hanya tersenyum saja. Cahaya sampai menjerit saking jengkelnya. Segala kekerasan fisik yang dilakukannya pada cowok itu tidak berarti apa-apa. Cahaya memukulnya, menendang tulang keringnya, mencubit lengannya, tapi Raul masih berjalan santai, tak terlihat kesakitan atau terganggu saat Cahaya berteriak di dekat telinganya dengan susah payah karena tinggi cowok tersebut yang berada jauh di atasnya.
Seumur-umur, baru kali ini Cahaya menyakiti fisik seseorang, dan seseorang itu tampak biasa-biasa saja. Cahaya curiga Raul punya ilmu kebal. Pasalnya apa pun yang Cahaya lakukan Raul diam saja. Seruan Cahaya pun dianggap angin lalu olehnya. Namun, Cahaya tidak akan menyerah. Ia tidak akan meninggalkan cowok ini sampai ia buka mulut.