Setelah Patah Hati

Nur Afriyanti
Chapter #14

Kue

Begitu sampai di sekolah keesokan harinya, Cahaya langsung melangkahkan kakinya menuju kelas Raul. Kelas sebelas IPS 1. Seperti biasa, Cahaya berangkat saat sekolah masih sepi. Baru ada beberapa murid yang berangkat. Ia tidak tahu apakah Raul sekarang sudah berangkat arah belum, tapi kalaupun belum, ia akan menunggunya. Pastinya di dekat kelasnya. Jika ditanya oleh teman-teman Raul, jawab saja ia ada perlu dengan cowok itu terkait urusan basket.

Saat melihat ke parkiran tadi, Cahaya tidak melihat motor cowok itu. Berarti cowok itu belum berangkat, tapi siapa tahu ia tidak membawa motor atau motornya ganti. Cahaya tentu saja berharap Raul sudah berangkat. 

Kelas Raul masih sepi saat Cahaya sampai. Di depan kelasnya tidak ada siapa pun. Cahaya melongok ke dalam, dan hanya menemukan seorang cowok berkacamata bulat tebal yang sedang membaca buku di bangku paling depan dekat bangku guru. 

"Permisi," sapa Cahaya. Siapa tahu Raul sudah berangkat, tidak membawa motor, dan sekarang sedang berada di mana, begitu.

Selang beberapa detik mengucapakan salam, Cahaya tidak mendapatkan tanggapan dari cowok bertampang culun itu. Dia masih duduk tenang di bangkunya dengan khusyuk membaca bukunya. Kening Cahaya mengerut. Apa suaranya kurang keras?

"Permisi!" Cahaya mengulangi sapanya dengan intonasi suara lebih tinggi dari sebelumnya.

Cowok culun itu masih diam saja. Kini ia membuka lembar selanjutnya, dan melanjutkan membaca dengan khusyuk. 

Sepertinya, pendengaran cowok ini bermasalah, batin Cahaya. Ia lalu melangkah menuju cowok tersebut. Cahaya mengetuk permukaan meja si cowok begitu sampai di depannya.

Cowok itu terlonjak kaget. Ia membenarkan kacamatanya yang melotot gara-gara gerakan kepalanya. Ia memandang Cahaya dengan gugup. Ada gerangan apa cewek asing di depannya ini menghampirinya?

"Maaf," kata Cahaya melihat cowok itu terkejut karena dirinya. "Emm, aku mau tanya, apa Raul udah berangkat?"

"Belum," jawab cowok itu.

Cahaya tersenyum tipis. "Oh, oke, deh. Makasih, ya."

Si cowok mengangguk kaku. Cahaya berbalik dan berjalan meninggalkannya. Ia akan menunggu di depan. Bukan di depan kelas ini, sih, tapi di bangku dekat pohon yang menghadap ke kelas ini. 

Lima menit menunggu, Cahaya masih belum melihat Raul. Murid-murid mulai berdatangan. Cahaya melihat satu per satu orang itu dengan saksama, barangkali di antara mereka ada Raul. Setiap ada rombongan murid, ia akan meneliti satu per satu. Namun, sampai bel tanda masuk sekolah sebentar lagi berbunyi, Raul belum kelihatan juga.

Cahaya kembali ke kelas Raul saat jam menunjukkan pukul setengah delapan kurang dua menit. Jam setengah delapan pas bel masuk sekolah akan berbunyi.

"Permisi, Raul udah berangkat belum, ya?" tanya Cahaya pada dua cewek yang sedang duduk di teras kelas.

"Belum, nih," jawab salah satu di antara mereka.

"Bener? Coba dong tolong liatin ke dalem," katanya hati-hati.

"Oh, oke. Sebentar, ya." Cewek tersebut berjalan menuju kelas. 

"Emang ada urusan apa nyari Raul?" tanya cewek yang satunya.

"Urusan ekskul basket," jawab Cahaya sembari tersenyum.

Mata cewek itu berbinar. "Oh, kamu manajernya, ya?" 

"Iya."

"Wah, pasti capek. Tapi seru kan, ya? Apalagi liatin cowok-cowok ganteng main."

Cahaya mengangguk bersemangat. "Iya."

"Raul belum berangkat, nih." Cewek yang tadi kembali dengan kabar yang membuat Cahaya lesu.

"Dia kalo berangkat memang sesiang ini, ya?" tanya Cahaya.

"Nggak pasti, sih. Kadang pagi, kadang juga bel bunyi dia baru dateng."

Cahaya mengangguk-angguk. Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. "Apa dia nggak berangkat?"

"Nggak tau juga. Nggak ada surat yang dateng, nih. Biasanya kalo nggak berangkat, dia ngirim surat. Tapi nggak tau juga kalo dia ada masalah yang buat dia nggak bisa ngirim surat."

"Ya udah. Aku tunggu di sini sampe bel, deh."

"Urusannya penting banget, ya?" tanya cewek yang tadi matanya berbinar saat tahu Cahaya manajer tim basket.

"Penting banget," jawab Cahaya.

Cahaya menunggu sampai bel tanda masuk sekolah berbunyi, dan Raul belum juga berangkat. Cowok itu pun tidak mengirim surat atau pesan pada temannya jika cowok itu tidak bisa berangkat. Apa dia terkena masalah?

Lihat selengkapnya