Semalam, Cahaya susah tidur karena memikirkan tentang dari mana Raul tahu bahwa ia menyukai makanan manis. Ia bertanya pada Emma, siapa tahu Raul bertanya padanya kali ini, tapi ternyata tidak. Bertanya pada Guntur pun hasilnya sama.
Apa Raul peramal, ya? Atau cowok itu mendatangi peramal untuk tahu sesuatu tentangnya?
Cahaya melahap sarapan di depannya dengan mata mengantuk. Terlintas pikiran ingin bolos sekolah, tapi pasti ayahnya tidak mengizinkan.
Ayah Cahaya selesai sarapan duluan. Beliau mengangkat piring dan gelasnya menuju wastafel lalu mencucinya. Ia berlalu ke ruang tamu, meninggalkan Cahaya yang sedang berjuang menghabiskan sarapannya sambil menahan kantuk.
"Dikit lagi," kata Cahaya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya mengusir kantuk. Makanannya tinggal seperempat piring lagi. Cahaya itu tipe orang yang sayang makanan. Walaupun makanannya kurang enak atau ia kenyang, sebisa mungkin ia menghabiskannya.
"Ca." Ayahnya kembali dari ruang tamu.
Cahaya mengangkat wajah padanya. "Iya?"
"Ada yang nyariin kamu, tuh." Ayah Cahaya menelengkan kepalanya ke belakang. "Masuk, Ul," suruhnya.
Ul? Seketika kantuk Cahaya hilang seketika. Matanya melebar saat mengingat satu nama dengan suku kata terakhir yang sama dengan yang diucapkan oleh ayahnya barusan. Mungkinkah cowok itu … Raul?
Dan terjawablah pertanyaan Cahaya. Seseorang itu mendekati ayahnya dan berdiri di sebelahnya. Menghadap dirinya yang sekarang terkejut hebat. Orang itu si pemilik senyum semanis gula yang akhir-akhir ini membuat kejutan untuk Cahaya. Raul.
"Pagi, Ca," sapa Cahaya ceria.
"Pagi," balas Cahaya berusaha kalem. Aslinya ia syok berat.
"Raul udah sarapan?" Ayah Cahaya bertanya.
"Udah, Om," jawab cowok itu sembari tersenyum manis.
"Cahaya belum selesai tuh makannya. Tungguin, ya."
"Siap, Om!"
"Eh!" Cahaya menginterupsi keduanya. "Raul ngajak aku berangkat bareng?"
"Iya. Katanya kebetulan dia tadi ke rumah tantenya yang ngelewatin rumah ini. Udah, nggak usah nolak. Nggak ada salahnya bareng dia, kan? Lagipula kalian 'kan satu ekskul. Dia kapten dan kamu manajer. Lumayan juga kalo bareng Raul, duit kamu nggak keluar dari kantong pagi ini." Ayah Cahaya tertawa. Raul di sebelahnya ikut tertawa.
"Ya udah. Ayah berangkat duluan, ya, Ca. Nanti jangan lupa kunci pintunya. Titip Cahaya ya, Nak Raul." Ia menepuk bahu Raul.
"Siap, Om," balas Raul masih dengan senyum manis.
Ayah Cahaya berbalik, mengambil tas kerja serta sepatunya di ruang tamu.
Sepeninggal ayah Cahaya, Raul berjalan ke arah Cahaya yang menatapnya dengan mata menyipit curiga. Raul duduk di seberang Cahaya. Menopang dagunya dengan tangan kiri dan menatap lembut cewek di depannya. Tak lupa ia tersenyum semanis gula.
"Lanjutin makannya, Ca," pinta Raul.
"Dari mana kamu tau rumahku?"
"Rahasia."
Cahaya mendengkus sebal. "Padahal cuma ngasih tau! Kamu nih buat aku penasaran." Cahaya memasukkan makanan ke mulutnya.
Raul diam saja. Ia mengeluarkan ponselnya. Beberapa detik kemudian, dari ponselnya mengalun lagu Wherever You Are milik One Ok Rock. Cowok itu mendekatkan ponselnya pada Cahaya.
"Biar kamu semangat pagi ini," katanya.
"Makasih," balas Cahaya sambil mengunyah makanannya. Makanannya tinggal tiga suapan lagi.
Selama Cahaya makan, Raul terus menatapnya sambil tersenyum. Cahaya mati-matian bersikap biasa biasa saja. Aslinya ia gugup berat. Cowok ini pasti sengaja. Cahaya yakin itu. Jangan sampai Raul tahu kalau dirinya gugup, bisa bangga dia. Makanya Cahaya berusaha bersikap datar dan tidak berkata 'jangan liatin aku begitu'!
"Kamu beneran udah sarapan? Kalo belum, makan sana. Terus kalo haus ambil aja minumnya di meja." Cahaya mengarahkan telunjuknya di meja yang terdapat teko dan gelas.
"Aku udah sarapan kok, Ca. Nggak haus sekarang. Kalo belum sarapan pun aku nggak akan makan dulu, nanti terlambat," kata Raul.