Setelah Patah Hati

Nur Afriyanti
Chapter #17

Raul dan Lukisannya

Hari ini Cahaya berangkat bersama ayahnya naik motor. Pukul tujuh kurang lima belas menit, Cahaya dan ayahnya berangkat. Cahaya minta diturunkan di tempat fotokopi yang tidak jauh dari sekolahnya. Ia akan mencetak foto-foto lukisan Raul itu.

Cahaya mendesah pelan saat sampai di tempat fotokopi. Fotokopinya ramai. Ada anak-anak sekolah dan ibu-ibu yang mengantre di sana. Ingin pergi ke fotokopi lain, tapi ini yang paling dekat dengan sekolahnya. 

Urusan Cahaya di fotokopi tersebut selesai sepuluh menit kemudian. Cukup lama. Cahaya bergegas menuju sekolahnya begitu foto yang dicetaknya diserahkan kepadanya. Sekarang sudah pukul tujuh lewat lima belas menit, lima belas menit lagi bel masuk. Cahaya tidak mau terlambat.

Hari ini cuaca sangat cerah. Sinar matahari bersinar terang dan membuat Cahaya yang berjalan di pinggir jalan kepanasan. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya. Sampai di depan kelas, Cahaya langsung disambut pelototan oleh dua teman sekelasnya—Eni dan Rian.

Cahaya mengerutkan keningnya melihat kedua orang itu yang menatapnya dengan wajah garang. Ada apa, sih ini?

Mereka menghalangi jalannya saat Cahaya ingin masuk kelas.

"Ada apa, sih?" tanya Cahaya pada mereka berdua.

"Kamu lupa? Kamu sekarang piket, Ca," kata Eni mengingatkan.

"Oh, iya!" Cahaya menepuk dahinya. "Maaf, aku lupa. Apa yang bisa aku kerjain?" 

"Hapus papan tulis sama buang sampah yang ada di kotak sampah," perintah Rian.

"Oke." Cahaya berjalan menuju papan tulis. Dengan cepat ia menghapus coretan-coretan di papan tulis putih tersebut. Setelah selesai, ia langsung berjalan keluar. Membuang sampah di kotak sampah ke tempat pembuangan.

Keringat Cahaya yang tadi sempat reda bercucuran lagi karena membawa kotak sampah yang penuh sampah itu ke tempat pembuangan. Apalagi jaraknya lumayan jauh dari kelasnya. Ia harus melewati beberapa kelas dan ruang-ruang lain di sekolahnya. 

Belum sampai Cahaya di kelas, bel tanda masuk sekolah berbunyi. Ia mempercepat langkahnya. Seandainya ia tidak membawa kotak sampah, ia bisa berjalan cepat lebih mudah. Kotak sampah yang ukuran lebarnya lebih lebar dari tubuhnya ini membuat dirinya sulit berjalan. Tangan Cahaya pegal luar biasa. 

"Sini, aku bawain." Sebuah tangan mengambil kotak sampah dari tangan Cahaya.

Cahaya hafal betul suara itu. Itu suara cowok yang akhir-akhir ini membuat Cahaya terkejut dan penasaran. Membuat jantung Cahaya berdetak lebih kencang dari biasanya dan membuatnya kesal setengah mati.

Lihat selengkapnya