Malamnya, setelah makan malam dan mengerjakan tugas, Cahaya menge-chat Viza. Tanpa basa-basi Cahaya langsung mengatakan tujuannya menge-chat kakak kelasnya itu. Cahaya tidak membawa-bawa nama Raul atau lukisan. Ia hanya menceritakan kisah yang ada pada lukisan itu saja.
Seorang cewek yang patah hati, menjadi manajer tim basket, dan tanpa diketahui ada seseorang yang menyukainya, mengaguminya dan mencari informasi tentang dirinya diam-diam sejak lama, dan patah hati karena cewek itu menyukai orang lain.
Viza tidak langsung membalasnya, padahal ia sedang online.
Lima belas menit kemudian, belum ada balasan juga dari Viza. Ia malah sekarang offline. Cahaya menghela napas pelan. Cahaya akan tetap menunggu. Sambil menunggu, ia mengambil foto lukisan-lukisan Raul.
Lukisan-lukisan ini bagus sekali. Juga terlihat sangat hidup. Bagaikan lukisan seorang profesional. Cahaya masih tidak menyangka jika yang melukis Raul. Cowok aneh itu. Dan kalau yang Raul lukis ini adalah dirinya, Raul itu sendiri, dan Guntur juga Sani, Cahaya masih tak percaya kalau selama ini ternyata Raul sudah mengenalnya dan bahkan ... menyukainya.
Cahaya menutup wajahnya dengan telapak tangan. Apa iya Raul menyukainya? Berarti selama ini Cahaya punya pengagum rahasia, dong? Dan pengagum rahasia itu setampan Raul. Cowok pemilik senyum semanis gula!
Cahaya membuka wajahnya. Sudah cukup! Janganlah ia berkhayal yang tidak-tidak. Ini namanya ke-geeran. Cahaya tidak boleh ke-geeran! Tidak boleh. Sebelum ia tahu kebenaran yang sebenarnya, ia tidak boleh berpikir macam-macam.
Viza akhirnya membalas chat Cahaya. Jawabannya, tidak. Viza membalas dengan emoticon tertawa. Katanya, sungguh ia tidak pernah punya kisah yang manis seperti itu.
Setelah percakapan chatnya dengan Viza selesai, Cahaya diam merenung. Sekarang apa yang musti ia lakukan? Bertanya pada siapa? Aha! Karena ceweknya adalah manajer tim basket, maka ia harus bertanya pada manajer-manajer tim basket lainnya. Bisa jadi ini kisah manajer sebelum Viza. Iya, 'kan?
Baiklah. Cahaya kembali mengirim pesan pada Viza. Bertanya padanya apakah cewek itu punya nomor manajer sebelum dirinya. Dua menit setelah Cahaya mengirim pesan itu, Viza membalasnya. Dia punya. Cewek itu pun mengirimkan nomor WhatsApp sebelum dirinya. Namanya Ruma.
Setelah mengucapakan terima kasih, Cahaya langsung mengeklik nomor Ruma. Ia mengirim pesan salam, memperkenalkan diri, dan bertanya apakah Ruma sekarang tidak sibuk dan bersedia Cahaya tanyai.
Ruma sedang offline. Lagi-lagi Cahaya menunggu. Ia menyetel lagu One Ok Rock dari ponselnya. Suara Taka yang merdu langsung menyapa indra pendengarannya. Cahaya mengikuti lirik lagunya sambil menggoyang-goyangkan kaki.
Sepuluh menit kemudian, Ruma akhirnya online. Pesan Cahaya langsung dibaca dan dibalas olehnya.
Ia membalas dengan ramah. Jawabannya sama dengan Viza. Ia tidak punya kisah seperti yang Cahaya ceritakan. Cahaya bertanya lagi, apakah itu benar? Cahaya juga berkata ia tidak punya maksud apa-apa. Ia hanya ingin tahu apakah Ruma itu punya kisah seperti itu. Dan jawabannya memang tidak. Ruma bahkan bilang, selama menjadi manajer ia tidak pernah punya kisah cinta. Ia tidak menyukai siapa pun dan tidak ada yang menyukainya.
Baiklah kalau begitu, Cahaya berkata. Ia mengucapakan banyak terima kasih dan meminta maaf pada kakak kelasnya yang sudah lulus itu. Untung Ruma tidak marah atau terganggu dengan pertanyaan Cahaya itu. Ia berkata itu bukan masalah.
Sebelum Ruma offline, Cahaya bertanya apakah ia punya nomor manajer sebelumnya. Untungnya Ruma punya. Ia mengirimkan kontak manajer sebelum dirinya yang namanya Rina itu. Tanpa membuang waktu, Cahaya langsung mengirim pesan pada Rina. Tak lupa ia berkata bahwa ia tidak punya maksud aneh-aneh. Cahaya berkata sedang mencari tahu, ia tidak bisa menjelaskan secara detail perkara itu. Namun, Cahaya berkata hanya butuh satu jawaban yang sangat simpel. Iya atau tidak.
Cahaya sadar apa yang ia tanyakan ini agak pribadi, tapi bersumpah tidak punya tujuan aneh-aneh.
Rina yang saat itu sedang online langsung membalas pesannya. Jawabannya, tidak. Ia tidak punya kisah seperti yang Cahaya ceritakan.
Cahaya mengucapakan banyak terima kasih dan meminta maaf jika mengganggu. Ia lalu meminta nomor manajer sebelum Rina. Rina punya, dan langsung mengirimkannya pada Cahaya.
Cahaya telah bertanya pada tiga manajer sebelum Rina, dan jawaban ketiganya sama. Sama-sama tidak. Manajer terakhir yang Cahaya tanyai tidak punya nomor manajer sebelumnya. Cahaya lalu bertanya pada manajer-manajer sesudahnya, dan di antara mereka tidak ada yang punya. Usaha Cahaya bertanya pada para manajer itu berhenti.