Cahaya kira, Raul akan membawanya ke sekolah karena mereka mengarah ke sana. Namun, waktu sampai di sekolah, motor yang dikendarai Raul melewatinya. Cowok itu membelokkan motornya di rumah yang berjarak dua rumah dari SMA Fanua.
"Kita mau ke mana, sih?" tanya Cahaya saat Raul mematikan mesin motornya.
"Yuk, turun," ajak Raul. Mengabaikan pertanyaan Cahaya.
Cahaya mengikuti langkah Raul yang mengarah ke gerbang belakang sekolah. Dan benar saja, cowok itu mengajaknya ke sana. Cahaya menoleh pada Raul saat melihat gerbang yang tertutup rapat itu.
"Kita mau masuk?" tanyanya.
Raul menoleh padanya dan tersenyum.
"Tapi gerbangnya dikunci," kata Cahaya.
Sebagai balasannya, Raul merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah kunci.
"Ada kunci," kata Raul. Ia tertawa kecil melihat tampang heran Cahaya.
"Kok kamu punya?" tanya Cahaya.
"Punya, dong."
Raul membuka kunci gerbang, lalu membuka gerbangnya sekitar satu smeter. Ia menyilakan Cahaya masuk duluan dengan tangan yang diarahkan ke dalam gerbang.
"Silakan," ucapnya bak pangeran yang mempersilakan tuan putri masuk ke kereta kuda.
Raul berjalan duluan setelah masuk dan menutup gerbang. Cahaya tidak tahu mau ke mana cowok itu mengajaknya. Ia malas bertanya lagi, pasti Raul tak akan menjawabnya. Maka ia ikuti saja langkah cowok di depannya ini. Berjalan tepat di belakangnya dengan jarak kurang dari satu meter.
"Jalan di sampingku geh, Ca. Jangan di belakang." Raul berkata tanpa menoleh pada Cahaya.
"Aku pengennya di belakang," tolak Cahaya.
"Kalo kamu tiba-tiba diculik sesuatu, aku nggak tau," canda Raul.
"Nggak akan diculik, lah."
"Siapa tau." Raul tiba-tiba berbalik. Membuat Cahaya yang berjalan tak sampai satu meter di belakangnya menabrak dadanya dani pekikan pelan. Cewek itu akan jatuh kalau Raul tak segera menangkap pergelangan tangannya. "Untung nggak jatuh," kata Raul, lalu tertawa kecil. "Lagian jalannya kok deket bener sih," lanjutnya, lalu melepaskan pergelangan tangan Cahaya.
Wajah Cahaya memerah. Ia mundur tiga langkah ke belakang sambil menunduk. Diam-diam bertanya kepada dirinya sendiri dengan sedikit kesal, kenapa pula ia berjalan begitu dekat di belakang Raul?
Cahaya mengangkat wajahnya. Ia terkejut saat tidak menemukan Raul di depannya. Ke mana cowok itu?
"Di samping."
Cahaya menoleh ke samping kanannya, dan menemukan Raul yang tengah tersenyum manis padanya.
"Yuk, lanjut jalan. Kita ke lapangan."
***
"Aku pertama ngeliat kamu saat pendaftaran sekolah ini, Ca. Saat itu, aku sangat berharap kamu diterima di sini dan begitu juga dengan aku. Aku tadinya nggak tau, yang aku rasain tuh apa. Yang pasti, saat ngeliat kamu, aku jadi senyum-senyum sendiri. Begitu pun kalau keinget atau nginget kamu. Mungkin ini yang namanya jatuh cinta, ya? Jatuh cinta pada pandangan pertama?
"Saat itu aku, aku ngeliat kamu dari kejauhan, dan belum tau nama kamu siapa. Aku namai kamu Mentari, karena kamu terlihat bersinar dari orang lain. Kayak matahari. Memesona. Kamu tampak bercahaya. Terlihat ceria.
"Saat pengumuman dan tau aku diterima, aku langsung teringat kamu. Apakah kamu diterima juga? Aku nggak ngeliat kamu saat hari pengumuman itu, dan karena aku nggak tau nama kamu, aku nggak bisa nyari di papan pengumuman apakah nama kamu ada di sana atau nggak. Sebenernya, aku bisa kalo mau nyari kamu kamu, tapi karena hari itu aku harus pulang cepet, jadi aku nggak bisa nyari kamu.
"Akhirnya aku tau kamu diterima atau nggak saat hari pertama sekolah. Saat mau ke lapangan buat upacara, aku ngeliat kamu. Kamu diterima. Aku seneng banget. Aku berharap aku sekelas sama kamu. Ah, ternyata nggak. Kita beda jurusan malah. Kamu IPA, aku IPS. Tapi nggak papa, yang penting kita satu sekolah.
"Dari barisan waktu upacara minggu ke dua kita sekolah di sini, aku tau kamu masuk kelas apa. Dari orang yang manggil kamu sewaktu di lapangan waktu upacara saat itu, akhirnya aku tau nama kamu siapa. Cahaya. Dan dari ngeliat di kertas berisi nama-nama yang ditempel di depan kelas kamu, akhirnya aku tau siapa nama lengkap kamu. Cahaya Mentari. Untung nama Cahaya di kelas itu cuma satu, karena kalau lebih, aku harus nyari tau lagi yang mana yang nama lengkap kamu.