Sore itu adalah sore terakhir bagiku dan dia, aku memeluknya dengan hangat di atas motor dengan di iringi oleh hujan yang terus turun membasahi aku dan dia dan juga kota Bandung ini.
Di bawah hujan aku terus meneteskan air mata, mungkin itu tak terlihat namun sangat bisa di rasakan.
Aku melihat dia samar-samar dari kaca sepion yang terus di basahi air hujan, aku tak begitu jelas melihat wajahnya tapi aku melihat sekilas ada banyak kekecewaan yang di tautkan dari wajahnya.
Aku ingin melontarkan sebuah kalimat padanya, bahwa aku juga sama terluka seperti dia.Namun kalimat itu tidak pernah sekalipun terlontar dari mulutku.
Setelah sampai di depan rumahku, aku bergegas turun dan melepas helem ku.
"Kita udahan aja yah," ucapku memalingkan wajah sembari menahan tangis.
"Oke, kalo itu mau kamu."
Setelah dia pergi agak jauh dari rumahku, aku mengejarnya dan berharap dia melihatku.
Aku tersungkur kesakitan dalam rasa sakit yang aku ciptakan sendiri, aku benci pada situasi yang mengharuskan aku untuk pergi dari orang yang masih ingin aku ajak segalanya.
Menangis di bawah hujan dan menjerit kesakitan sekalipun tidak akan bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Menangis hanya akan membuatku lebih sakit, namun jika tidak menangis pun rasanya akan tetap sakit.
Seminggu kemudian aku pindah ke rumah yang lebih kecil di Cianjur Jawa barat.
Tempatnya begitu sejuk dan indah, namun rasanya seperti sangat hampa saat aku harus menjalani hari-hari ini tanpa adanya dia di sisiku.
Aku sudah terbiasa setiap hari bersamanya jadi aku hanya perlu membiasakan diri untuk bisa tanpanya.