Pagi itu, Riko tiba di kontrakan dengan wajah lelah yang tak bisa disembunyikan oleh senyum palsu. Tas ransel kerjanya ia letakkan di lantai, bukan lagi tas seorang Manajer Supply Chain, melainkan tas seorang pengangguran yang baru saja dipecat atau lebih tepatnya, mengundurkan diri dalam kemarahan dan rasa dikhianati.
Lena menyambutnya dengan pelukan yang lebih erat dari biasanya. Ia tahu, pagi ini bukan hanya tentang menyambut suami, tapi juga tentang menampung semua kekecewaan Riko.
Setelah sarapan dalam keheningan yang tebal, Riko duduk di sofa, jemarinya mengusap pelipis. "Len, semalam aku nggak cerita detailnya karena nggak mau bikin kamu cemas. Masalahnya lebih besar dari sekadar fitnah jabatan."
Lena duduk di sebelahnya, siap mendengarkan.
"Fitnah itu terkait uang. Proyek pengiriman besar yang gagal itu, mereka putar balik seolah-olah aku yang melakukan mark-up harga rute dan mengambil selisihnya. Kerugiannya lumayan banyak, Len." Riko menatap lantai. "Aku diminta ganti rugi."
Dunia Lena terasa berputar. "Ganti rugi? Berapa, Mas?"
"Angkanya... hampir menghabiskan setengah tabungan kita," bisik Riko, suaranya tercekat. "Aku sudah bilang ke atasanku, aku mau ganti rugi, bukan karena aku salah. Tapi karena aku nggak mau lagi berurusan sama mereka. Aku nggak mau energi kita habis untuk perpanjang drama ini. Aku memilih mundur. Percuma aku berikan kontribusi terbaik, award terbaik, kalau mereka sudah menutup mata dan lebih percaya fitnah karyawan lama."
Lena menunduk, antara bingung, sedih, dan marah. Marah pada ketidakadilan yang menimpa suaminya.
"Aku sudah transfer uangnya tadi pagi," kata Riko, seolah menutup babak pahit itu.
Lena menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan badai di dadanya. Ia memeluk Riko. "Baik, Mas. Uang bisa dicari lagi. Yang penting kamu sudah keluar dari lingkungan busuk itu. Keputusanmu benar."
Mereka terdiam lama. Saat itulah, Lena teringat hasil lab Riko, resep vitamin, dan janji HSG yang sudah dijadwalkan. Lidahnya terasa kelu.
Riko menoleh, matanya yang biasa cerah kini terlihat redup. "Ngomong-ngomong soal tabungan. Aku tahu kamu ke rumah sakit kemarin. Gimana hasil lab aku, Len? Apa yang dibilang Dokter Laras?"