Hari Minggu adalah hari yang biasa saja sebelumnya, kini bisa membuatku campur aduk. Aku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan apa yang harus kubicarakan esok agar lancar. Takutnya ibu masih marah padaku, ayah yang siapa tahu berulah lagi, dan nenek yang takut mendengar pembicaraan kami. Aku mungkin bukan ahli pereda konflik atau ibu apoteker yang tahu obat apa saja yang cocok untuk batuk, aku hanyalah anak kecil yang masih perlu belajar banyak hal.
Malam itu terasa hening setelah kami semua selesai makan. Ayah sudah naik duluan, begitu juga dengan ibu. Aku menghela napas sejenak dan bersedia untuk naik tangga. Terdengar bisikan ayah dan ibu yang sedang membicarakan sesuatu dari luar. Aku perlahan mundur, namun aku memberanikan diriku untuk masuk akhirnya. Seketika suara berisik itu terdiam dan tergantikan kebingungan di wajah orang tuaku.
“Ibu, ayah. Raja ingin bicara sebentar boleh?”
“Ya, Raja. Ada apa? Urusan sekolah ya pasti?” seketika aku hampir lupa tujuanku berkata apa, tapi aku tetap memberanikan diri berkata seperti ini.
“Raja kecewa pada ayah dan ibu. Kenapa rumah ini tidak bisa damai? Itulah pikiranku saat itu. tapi setelah bertemu dengan Pak Ahmad dan Tante Sari, Raja sadar mau lebih mengenal ayah dan ibu seperti apa.”
“Siapa Pak Ahmad dan Tante Sari ini Rajacenna? Kamu dihasut atau bagaimana?” tanya ibu dengan nada agak tinggi membuatku mundur perlahan.
“Sudah. Kamu jangan marahin dia. Rajacenna, kamu mau tahu bagian mana memangnya?” tanya ayah dengan sabar padaku. Hatiku menjadi reda sedikit dan bersedia berbicara lagi.
“Mungkin dari ibu dulu. Ibu, kenapa marah sekali padaku waktu itu?”