Setengah Diriku Memeluk

Jessica Laureen.C
Chapter #8

Bab 8

Malamnya, kami makan bersama di Restoran Trio. Hampir seluruh kursi dipadati oleh tim kami bahkan ada yang beberapa berdiri. Semuanya bercakap-cakap sampai membuat salah satu pelanggan pergi meninggalkan karena tak tahan. Aku memesan nasi goreng ayam, sempat ditawari udang, tapi aku tidak mau makan yang lain. Jujur ketika melihat menunya yang banyak varian, aku kaget karena ada restoran sekreatif ini. Ada Udang Wotiap dengan ham, Kakap masak Tausi & Tahu, dll. Mungkin ayah akan senang jika aku ajak dia.

“Semuanya, mohon perhatian sebentar.” Seketika suasana menjadi hening dan mulai menghadap ke pembicaranya, yaitu Ir. Hendra Mulyono yang berbicara Bahasa Inggris. Disana ada translator yang bisa berbahasa Korea. “Saya baru mendapat kabar dari lab bahwa kadar air tanah masih bagus untuk konstruksi. Seperti yang kita tahu, pembebasan lahan masih menjadi halangan utama kita. Ini memang masalah yang mungkin baru bagi pemilik lahan, jadi wajar kalau mereka belum sepenuhnya paham terkait jalan tol ini. Tapi, besok kita coba akan negosiasi karena kita harus cepat membangun konstruksi ini sampai selesai. Saya mau mengucapkan terima kasih karena sudah bekerja keras sampai hari ini, jangan menyerah karena sebentar lagi kita semua akan berhasil sampai puncak gunung tersebut. Sekian.” seluruh ruangan dipenuhi tepuk tangan yang meriah padahal info yang disampaikan masih bimbang. Aku duduk bersama Simon, Pak S. Tenkean, Pak Yusuf, dan beberapa pekerja lain. Hari sungguh melelahkan, rasanya mulutku malas membuka untuk mengunyah makanan.

“Hei Rajacenna, katanya Simon mau kenalan.” senggol Pak Yusuf padaku. Ia langsung mengganti tempat duduk dengan Simon.

“Hai, jadi kamu yang namanya Rajacenna? Pasti kamu sudah tahu namaku bukan?”

“Ya saya sudah tahu. Simon bukan?”

“Yes, that’s right.”

“Simon, anda pernah tinggal di Indonesia? Soalnya lancar sekali bahasa Indonesianya.”

“Ya, saya bolak-balik ke sini karena urusan pekerjaan. Saya tidak kuliah disini maupun punya keluarga. Saya tetap tinggal di Amerika. Tapi mungkin saat saya sudah tua saya berencana untuk menetap di Bali. HAHAHA.” kata Simon sambil tertawa, lalu menyeruput kopi. Suasana hatiku menjadi agak baik karena ketawa Simon.

“Itu pilihan yang bagus Simon. Bali memang Saya mau tanya sesuatu boleh?”

Lihat selengkapnya