“Maha dahsyatnya Tuhan yang menciptakan hujan. Pasalnya di setiap rintik air hujan yang turun membasahi bumi, selalu berhasil membawaku mengingat tentang dirimu. Namun aku juga benci pada hujan yang hanya mampu membuatku mengingatmu dan tidak untuk melupakanmu.”keluh Merry dalam hatinya.
Seolah turut merasakan kesedihan Merry, hari itu langit tampak gelap sekali. Hujan pun turun sepanjang hari beserta kilat dan petir yang tiada henti saut-menyaut. Merry tak ingin membiarkan dirinya lemah dan kalah akan perasaannya, dia berusaha mencari kesibukan agar air matanya tak terus jatuh membasahi pipinya, bibirnya tak terus memanggil nama indah pujaan hatinya, pikirannya tak terus melayang memikirkan sang pujaan hatinya. Merry mencoba melakukan banyak hal, mulai dari menonton TV, makan, belajar, membaca buku, memasak dan masih banyak lagi.
Namun ternyata tak ada satu kegiatan, yang berhasil mengubah perasaannya kala itu. Justru sebaliknya, apapun yang dilakukannya pada saat itu selalu gagal dan gagal lagi. Merry merasa hujan saat itu sungguh tak adil, karena mengingatkannya akan kenangan bersama Budi. Merry duduk termenung di kamar kostnya yang kecil kira- kira berukuran tiga kali empat meter serta dilengkapi barang-barang seadanya.
Kebanyakan teman-temannya bahkan bertanya-tanya mengapa Merry memilih kost yang amat sederhana, bahkan tampak kumuh tersebut. Sebagai seorang gadis yang berasal dari keluarga yang serba berkecukupan, tentu bukan yang mustahil bagi Merry untuk mencari kost yang lebih baik dari kost yang ditempatinya saat ini. Bahkan orangtua Merry bisa saja memberikan kepada Merry fasilitas kost yang amat mewah dan lengkap. Sebagai seorang anak dari orangtua yang bekerja di salah satu lembaga keuangan yang cukup terkenal di Indonesia, tentu Merry bisa memiliki apapun yang dia inginkan.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya teman-teman Merry mengetahui alasan dibalik keadaan kost Merry yang terbilang sederhana tersebut. Merry merupakan mahasiswa di salah satu Universitas swasta terbaik di kota Yogyakarta. Jarak antara kampus dan rumah kedua orangtua Mery jika ditempuh menggunakan kendaraan bermotor sebenarnya hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua jam dari kost Merry yang berada di pusat kota Yogyakarta. Namun jika dilaju setiap hari, Mery akan merasakan kelelahan.
Apalagi sebagai seorang mahasiswa, jadwal Merry sering berubah-ubah. Oleh sebab itu, akhirnya kedua orangtua Merry memutuskan agar Merry tinggal di kost yang dekat dengan kampusnya dan pulang kerumah jika weekend saja. Keputusan ini diambil kedua orangtua Merry, semata-mata agar anak perempuan tersebut selalu dalam keadaan sehat dan lancar menempuh pendidikannya. Kost Merry sebenarnya merupakan kost perempuan yang cukup padat penghuninya.
Tidak heran kalau hampir tiap hari, kost tersebut ramai. Namun keadaan tersebut, ternyata tidak berpengaruh bagi Merry. Di tengah keramaian yang ada, Merry tetap merasakan kesepian. Kekecewan hatinya terhadap Budi sang pujaan hatinya sungguh tak terbendung lagi. Merry tak dapat berbuat apapun, jarak kost nya dengan rumah Budi yang cukup jauh, hanya dapat membuat sepasang kekasih tersebut saling mengungkapkan kekesalannya hanya melalui pesan singkat elektronik saja.
Berkali-kali Budi meminta maaf kepada Merry melalui pesan singkat elektronik mereka, namun Merry seolah-olah telah mati rasa. Saat ini dia merasa sangat membenci Budi, apalagi ketika ingatan tentang Nafisa melintas dipikirannya. Kendati demikian sesungguhnya rasa cintanya kepada Budi tak pernah benar-benar hilang, hanya tertutup awan kebencian saja saat itu.