Tanggal tujuh belas April. Dimana tanggal tersebut akan diangkat menjadi seorang kepala cabang di perusahaan tempat ku bekerja. Jabatan yang sudah lama aku nantikan. Karir yang meningkat, hidup bersama pria yang kucintai dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Itulah tujuan kebahagiaan dalam hidup ku.
Namun semua nya telah pupus. Setelah kecelakaan yang menimpaku tiga tahun lalu. Dimana semua angan dan harapan ku berangsur pergi menjauh. Termasuk pria yang sudah lama aku cintai.
Pikirku, dulu semuanya hanyalah menjadi angan semata. Tetapi sekarang tidak, satu persatu lambat laun angan itu seolah kembali kepada ku.
Aku kini memiliki seorang putra berumur tiga tahun dua bulan. namanya adalah Elang Syahputra Wijaya. Putra yang sangat aku cintai dan aku sayangi selayaknya putra yang lahir dari rahim ku sendiri.
Ya benar. Putra ku Elang bukanlah anak kandungku, bukan lahir dari rahim ku. Dia aku angkat sebagai putra ku. Aku mengadopsinya dari sebuah panti asuhan. Elang ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah sakit bersalin. Sehingga pihak rumah sakit menyerahkannya kepanti asuhan setelah beberapa bulan tidak ada yang mencarinya.
Saat itu aku memutuskan ingin mengadopsi seorang anak untuk menemani ku di hari tua nanti. Aku memiliki karir yang cukup baik dengan penghasilan yang begitu memuaskan. Aku bekerja di sebuah perusahaan yang memproduksi beberapa jenis produk kebutuhan rumah tangga. Perusahaan yang cukup besar dan ternama di negara ku ini.
Meski saat ini negara ku juga mengalami dampak pandemi. Namun perusahaan tempat ku bekerja tidak mengalami kemerosotan. sebab produksi barang yang di pasarkan adalah kebutuhan sehari-harinya masyarakat di negara ku.
Semenjak kehadiran putra ku Elang, hidupku semakin berwarna dan bermakna. Aku merasakan kebahagiaan tersendiri. Senyum dan tawa Elang adalah penyemangat ku dalam menjalani hidup. Aku bersyukur karena Tuhan mempertemukan kami.
Elang termasuk anak yang cepat untuk belajar. Dia selalu mendengar apa yang aku ucapkan. Dia juga mengerti akan kesibukan yang aku jalani setiap harinya.
Aku selalu menyempatkan beberapa jam untuk mengurus Elang layaknya seorang ibu pada umumnya. Lalu aku menitipkan Elang kepada bibi pengasuh sampai aku kembali pulang dari bekerja dan aku mengasuhnya kembali.
"Elang...,Bunda pergi dulu ya sayang. Elang jangan nakal yah, nurut sama mbok Atik" pinta ku kepada Elang sambil mengecup pipi mungilnya.
Elang lalu melambaikan tangannya, dan aku sering merasa sedikit sedih saat menatap mata Elang yang terlihat sendu saat aku berpamitan untuk berangkat bekerja.
Bisik ku dalam hati, 'Sabar ya kesayangan bunda. Hanya beberapa jam saja bunda akan segera pulang. Elang jangan sedih ya sayang.' kalimat seperti inilah yang sering aku ucapkan dalam hati ku setiap kali aku meninggalkan putra ku bekerja.
Setibanya di kantor.
"Tari! Kamu harus hati-hati saat membuka ruangan mu nanti" teriak Mitha teman sekantor ku yang menghampiri ku.
"Lho, kenapa Mith?" tanyaku penasaran.