Tengah malam putra ku Elang tiba-tiba mengalami demam tinggi. Aku sangat takut sekali, apalagi dimasa wabah yang sedang merebak di negara ku ini. Aku segera membawa Elang ke rumah sakit. Aku tidak meminta bantuan orang lain, aku mengendarai mobilku sendiri. Semua demi Elang aku harus bisa menjaga putra ku sebaik mungkin.
Aku menaikkan sedikit kecepatan laju mobilku agar tiba dirumah sakit dengan cepat. Aku semakin takut saat mendengar lenguhan Elang yang merasakan sakit dan memanggil-manggil bunda.
Petugas IGD segera membantu ku membawa putra ku Elang dan memerintahkan agar aku menunggu di luar ruang tindakan. Hati ku cemas, semoga saja sakit yang di derita Elang hanya demam biasa dan bukan penyakit yang sedang mewabah saat ini.
Aku tidak dapat tenang untuk duduk bahkan aku tidak menyadari datang ke rumah sakit dengan menggunakan piyama tidur.
Aku terkejut saat ada tangan seseorang menepuk pundakku dengan perlahan.
"Mentari!" sapa Pria itu lembut.
"Pak Endrew? Bapak sedang apa di rumah sakit ini, siapa yang sakit pak?" tanyaku penasaran yang terkejut melihat kehadirannya dihadapan ku.
"Aku mengikuti mu sejak tadi. Aku lihat ada mobil yang mendahului ku dijalan dan aku perhatikan nomor platnya adalah punya kamu. Aku khawatir kenapa laju kecepatan mobil mu semakin cepat. Akhirmya aku mengikuti mu sampai sini." ujarnya kepada ku.
Aku harus menjawab apa. Ah...sebaiknya aku beritahukan saja kalau sebenarnya aku sudah memiliki seorang putra. Semua agar pak Endrew tidak lagi mencoba mendekati ku.
"Saya sedang terburu-buru mengantarkan putra saya yang sedang demam tinggi, pak"
"Putra kamu? Sekarang sudah bagaimana kondisinya?" tanya Pak Endrew yang tampak khawatir.
"Sekarang sedang ditangani team Medis didalam"
"Kamu sabar saja Mentari jangan khawatir. Aku yakin putra kamu hanya mengalami demam biasa."
Aku senang dengan perkataan dari Pak Endrew setidaknya mengurangi kecemasan ku atas kondisi putra ku Elang saat ini. Aku pikir pak Endrew akan memandang berbeda kepada ku setelah mengetahui kalau aku sudah memiliki seorang putra. Ternyata tidak, justru pak Endrew semakin menunjukkan perhatiannya kepada ku.
Dokter yang menangani Elang sudah keluar dari ruang IGD, aku segera menghampirinya.
"Bagaimana dengan kondisi putra saya, Dokter?" tanya ku cemas.