Pada 29 Januari 2017, umur gue genap 35 tahun.
WAW.
Panjang juga perjalanan hidup gue, ya. Jadi mendadak flashback rasanya.
Umur 5 tahun lebih, gue masuk SD. Kecepetan memang, soalnya gue lahir Januari, serba nanggung. Walaupun gitu, gue termasuk salah satu yang sering ranking di kelas. Entah guenya hebat atau sekolah gue emang standarnya terlalu rendah.
Umur 15 tahun, gue naik kelas 2 SMA. Akhirnya, untuk kali pertama gue punya pacar—anak kelas 1, namanya Jessica. Gue naksir soalnya dia pinter banget. Sayangnya cuma bertahan 3 bulan gara-gara nyokapnya nggak setuju. Salah gue apaan coba, lugu gitu.
Umur 25 tahun, gue nikah. Meira umur 24 waktu itu. Kami tinggal bareng di sepetak kamar kos di daerah Cipete, Jakarta Selatan. Teman kos kami ada Soleh Solihun, komika dan wartawan majalah Rollingstone Indonesia, dan Arian13, vokalis Seringai. Kami tinggal di situ sampai Sky lahir. Jadi, waktu Meira hamil dan sering gue tinggal ngantor, yang sering nemenin ke warteg adalah Arian—papa tiri Sky.
Aaaaaand now I’m 35. Man. Time flies.
Izinkan gue cerita kenapa gue segitunya sama umur 35, sampai jadi inspirasi buat bikin buku dan tur stand-up comedy. Umur ini bagi gue mengandung dua makna.
1. Dari 35 ke 40
Umur 35 itu setengah jalan dari kepala tiga menuju kepala empat. Dan, ini bener-bener bikin gue senewen. Dulu waktu umur 20-an, gue takut banget menginjak kepala tiga. Umur 20-an terdengar begitu muda dan menyenangkan—ringan, ceria, energik. Sedangkan, 30-an terdengar begitu berat, penuh tanggung jawab. Tapi, begitu menjalani umur 30-an, ternyata gue sangat menikmati. Ada pepatah yang mengatakan, “Life begins at 40.” Hell no. Menurut gue, “Life begins at 30.” Kenapa? Karena, pada umur 30-an gue ngerasa udah punya cukup bekal skill dan pengalaman untuk menjalani hidup dengan baik, sambil tetap bisa menyandang label “anak muda”.
Coba kita telaah. Pada umur 30-an, gue jadi komika pertama yang bikin tur nasional, udah bikin tiga kali tur dan empat kali show tunggal, nulis tiga buku best seller, serta nulis dan nyutradarain beberapa film sendiri yang dapat sejumlah award bergengsi. Sebentar, jangan ngatain sombong dulu, gue ngomong gini ada tujuannya. Yaitu pamer. Tapi, selain pamer, poin gue, semua jadi keren karena gue mencapainya pada umur 30-an. Coba semua itu terjadi ketika gue umur 40-an. Tetap ada kerennya, sih, tapi luntur.
Kalau lo udah atau segera masuk umur kepala empat, terima aja dengan lapang dada. Karena, kalau umur kepala dua, itu jelas anak muda. Umur kepala tiga, itu anak muda yang udah nggak muda-muda amat, tapi belum pas dibilang tua. Tapi, kalau kepala empat? TUA. Nggak bisa denial lagi, udah.
Bisa, sih, kalau umur kepala empat tetap pengin dibilang muda. Setelah gue telaah, ada tiga cara yang bisa dicoba kalau emang niat: