Blurb
Perempuan dengan rambut putih itu duduk seorang diri di sebuah gubuk. Tidak ada seorang pun yang menemaninya. Tidak ada suami. Tak ada pula sanak saudara. Sehari semalam, ia hanya bertemankan kucing-kucing yang sangat disayanginya. Miris sekali nasibnya. Di usianya yang sudah renta, seharusnya ia hidup bahagia bersama anak dan cucunya. Tetapi semua itu tak ada di sisinya. Ke mana anak-anaknya? Ke mana pula cucu-cucunya? Di mana juga suaminya? Setiap hari, nenek itu menghabiskan waktunya di gubuk itu. Tidak makan sehari sudah biasa baginya. Kini, baginya, makanan apapun terasa sangat berharga. Tidak perlu makan pakai telur dadar atau ayam goreng, apalagi seafood. Makan dengan oreg (tempe) dan ikan asin pun sudah cukup baginya. Bahkan, kalau hanya pakai nasi dan sambal pun sudah cukup baginya dan tetap dimakannya.
Orang-orang pun keheranan. Bahkan, hingga proses penguburan selesai kucing-kucing itu tetap menjaga kuburan nenek hingga malam tiba. Kucing-kucing itu bubar satu per satu. Entahlah, setelah kepergian nenek, bagaimana nasib kucing-kucing itu? Apakah mereka tetap tinggal di gubuk milik majikannya ataukah mencari majikan baru? Tak ada yang tahu persis. Yang jelas, kisah nenek dan kucing-kucingnya itu bisa menjadi pelajaran binatang kapan saja. Kasih sayang kita yang tulus kepada binatang membuat mereka pun merasa kehilangan ketika kita telah pergi. Jika manusia punya rasa, tampaknya binatang pun demikian.