Siang hari panas matahari yang terik, seorang pemuda datang tergopoh-gopoh mendekati musala. Dengan satu keyakinan yang kuat, ia melangkahkan kakinya menuju musala itu. Sang pemuda hanya mengenakan kaos oblong. Tato menghiasi sekujur lengan dan tubuhnya.
Ia mengenakan celana jeans yang sudah robek di lututnya. Setibanya di pintu musala, ia tatapi dinding-dinding atap luar bangunan musala. Seperti orang yang sedang mencari sesuatu. Kosong, tanpa pandangan yang jelas. Ia lihat beberapa orang sedang salat Zuhur berjamaah.
“Astaghfirullah, sudah lama aku meninggalkan salat itu.” Gumamnya, pelan.
Perlahan-lahan ia memasuki musala kecil itu.
Bruk ...
Tiba-tiba saja dia terjatuh dan tersungkur ke lantai musala. Tidak ada orang yang menghiraukannya, sebab orang-orang tengah salat berjamaah. Untuk beberapa menit lamanya, pemuda itu tidak dihiraukan.
Tidak ada yang memperhatikan. Setelah salat berjamaah usai, salah satu di antara jamaah menghampiri tubuh yang tersungkur.
“Bangun! Ayo bangun.” Teriaknya,sambil menepak-nepakkan tangannya ke wajah pemuda itu.
“Mabuk, kali,” sahut jamaah yang lain.
“Iya, dia biasanya mabuk.” Sambung yang lainnya.
“Wah! Kalau begitu, angkat dan keluarkan dia dari musala ini. Orang mabuk jangan masuk ke musala.”
Kemudian dua orang mencoba membangunkan pemuda itu, bahkan ada yang mencoba menarik kakinya keluar. Tetapi karena tubuh pemuda itu besar, dua orang itu tidak sanggup menariknya.
“Ya sudah, biarkan saja. Kalau susah ditarik. Kita tunggu sadarnya saja.” Kata satu di antara mereka.
Cukup lama pemuda itu dibiarkan tidak sadarkan diri. Beberapa jamaah pun pulang. Namun, di antara mereka ada yang tetap menunggu sambil mengobrol di musala.