Perempuan dengan rambut putih itu duduk seorang diri di sebuah gubuk. Tidak ada seorang pun yang menemaninya. Tidak ada suami. Tak ada pula sanak saudara. Sehari semalam, ia hanya bertemankan kucing-kucing yang sangat disayanginya.
Miris sekali nasibnya! Di usianya yang sudah renta, seharusnya ia hidup bahagia bersama anak dan cucunya. Tetapi semua itu tak ada disisinya. Ke mana anak-anaknya? Ke mana pula cucu-cucunya? Di mana juga suaminya?
Setiap hari, nenek itu menghabiskan waktunya di gubuk itu. Tidak makan sehari sudah biasa baginya. Kini, baginya, makanan apa pun terasa sangat berharga. Tidak perlu makan pakai telur dadar atau ayam goreng, apalagi seafood.
Makan dengan oreg (tempe) dan ikan asin pun sudah cukup baginya. Bahkan, kalau hanya pakai nasi dan sambal pun sudah cukup baginya dan tetap dimakannya.
Cukup satu kata menggambarkan nenek itu di usia senjanya. Sebatang kara, tidak ada pekerjaan yang bisa ia kais untuk mendapatkan rezeki. Kecuali hanya mengumpulkan sampah-sampah yang ditemuinya tak jauh dari gubuknya.
Tenaganya sudah tak kuat lagi untuk berjalan jauh. Sampah-sampah itu dikumpulkan dan dijualnya hingga mendapatkan uang cukup untuk sebungkus nasi. Satu kilo sampah senilai tak lebih dari 10 ribu rupiah.
Bayangkan nenek itu harus mengumpulkan plastik bekas minuman ringan, kaleng, kardus dan apa saja yang bisa dikumpulkan dan dijual kembali. Dengan tubuh nenek yang ringkih dan tak bertenaga lagi, beberapa hari ia bisa mengumpulkan sampah sekilo.
Tidak lagi hitungan hari, bahkan sebulan pun kadang tak bisa ia lakukan. Lalu, bagaimana ia bisa makan dan minum untuk bertahan hidup?
Belas kasih orang lain. Ya, nenek itu hanya berharap pada belas kasih tetangganya yang punya hati nurani. Kok bisa? Sebab, banyak pula tetangganya yang berduit, tetapi tak punya hati nurani. Hidupnya hanya untuk keluarganya sendiri.
Hidupnya hanya untuk memenuhi perut dan kepentingan sendiri. Ada seorang nenek yang sangat membutuhkan tak jauh darinya yang tak pernah dihiraukannya. Demikian kebanyakan hidup di daerah perkotaan yang ganas itu.
Jika tak ada tetangga yang memberinya makan dan minum, otomatis ia pun tak makan. Bayangkan saja, sudah ringkih, kurus, dan lemah, tak makan lagi. Apa yang akan terjadi dengan tubuhnya? Pasti sakit. Ya, tentu saja.
Nenek itu seringkali sakit dan sembuh juga dengan sendirinya, tanpa diobati. Dalam sebulan, pasti saja nenek itu pernah sakit. Terkadang, yang jadi pertanyaan, kenapa tidak seorang pun yang berusaha menariknya ke dalam rumah dan menjadikannya sebagai bagian dari keluarganya? Dengan begitu, ia akan bisa makan dan minum sehari-hari dan tidak usah repot lagi mengais-ngais sampah untuk mendapat keping-keping receh.
Ah, zaman sekarang sulit sekali mencari orang yang benar-benar berempati terhadap orang lain, apalagi terhadap nenek-nenek. Yang dipikirkan mereka selalu uang dan uang.
Mengurus nenek-nenek yang bukan keluarganya hanya akan merugikan diri mereka sendiri. Uang keluar dan waktu tersita banyak untuk memperhatikannya. Dengan kata lain, mereka akan berkata,