Menjelang Subuh, lelaki yang biasa disapa Pak Sugiman (Nama samaran) itu sudah bersiap diri ke masjid. Ia memang selalu datang lebih awal dari jamaah lainnya. Biasanya, suaranya yang agak serak itu melantunkan salawat dengan sempurna dan irama yang naik turun di speaker masjid, sebuah bukti bahwa kecintaannya kepada manusia yang paling mulia dan sempurna di jagat ini, Nabi Muhammad saw.
Sehari-hari, Pak Sugiman bersifat sederhanan dan suka tolong-menolong, pertanda bahwa ia juga sangat mencintai hubungan antar manusia, selain hablum minallah/hubungan kepada Allah, yang menjadi pokok utama. Apa yang dilakukan Pak Sugiman itu menjadi satu kebanggaan bukan hanya segi keluarganya, tetapi juga para tetangga dan jamaah masjid.
Tentu saja, sikap dermawan Pak Sugiman menjadi kegembiraan bagi orang-orang yang kerap mendapatkan bantuan, meski tidak seberapa. Namun, mereka merasa, yang sedikit diberikan Pak Sugiman itu sebegitu berartinya dan berkah.
Pak Suroso (Nama samaran) merasakan kedermawaan Pak Sugiman tidak hanya sekali. Terakhir ketika dirinya mendapatkan peringatan dari petugas Perusahaan Listrik Negara agar segera melunasi tagihan listriknya, Pak Sugiman yang membantu.
“Jika Pak Suroso tidak melunasinya sampai siang ini, maka besok pagi aliran listrik ke rumah bapak akan diputus.” Begitu petugas PLN memperingati melalui surat yang diberikan secara langsung pada Pak Suroso dengan tegas.
Sebab sebelumnya petugas itu telah memperingati melalui surat yang diberikan secara langsung pada Pak Suroso. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Pak Suroso. Dia hanya memperlihatkan wajah kebingungan sampai petugas PLN meninggalkannya dan berganti dengan kehadiran Pak Sugiman yang bertanya dengan suara ramah.
“Jangan terlalu bingung, Pak Suroso. Insya Allah saya dapat membantu kesuliatan, Bapak.” Ucapan Pak Sugiman begitu menyejukkan.
Kata-katanya itu tak ubahnya seperti segelas air yang diberikan kepada orang yang tengah kehausan. Saat air itu terteguk, bukan hanya tenggorokan yang terasa sejuk, tapi juga terasa damai dan lapang dadanya.
“Benarkah, Pak sugiman?” Pak Suroso menyesal telah melontarkan pertanyaan itu. Ia tersadar, sebenarnya ia cukup tahu kalau Pak Suroso itu seorang yang amanah dengan perkataannya. Jadi, tak ada alasan untuk meragukan ucapan lelaki sederhana itu.
Pak Sugiman menanggapi pertanyaan Pak Suroso menanggapi pertanyaan Pak Suroso dengan sesungging senyum. “Maaf, kalau boleh tahu, berapa besar tagihan yang harus Bapak lunasi?”
Pak Suroso menyebutkan angka tagihan rekening listriknya. “Alhamdulilah, sepertinya uang yang ada di rumah cukup untuk menutup tagihan itu,” Ujar Pak Sugiman.
“Pak Suroso mau ikut ke rumah atau saya antar ke sini uangnya?”
Pak Suroso merasa tak enak mendengar pertanyaan itu. Dia yang membutuhkan, kenapa Pak Sugiman yang mengantar?
“Tidak Pak, biar saya saja yang ikut ke rumah, Bapak.” Ucap Pak Suroso akhirnya.