SETETES HIDAYAH

Jamaludin Rifai
Chapter #4

MENINGGAL SETELAH SUJUD DUA KALI

Setelah merasakan perawatan dua hari di rumah sakit, KH. Rahman (Nama samaran 74 tahun), meminta kepada keluarganya agar membawa pulang ke rumah. Karena selalu teringat masjid.

Penyakit darah tinggi dan penyakit lain yang menghinggapi tubuhnya memang belum hilang. Namun, secara fisik KH. Rahman terlihat sehat. Keluarga akhirnya memenuhi permintaan ayah dari delapan orang anak ini.

Praktis, beliau mendapatkan perawatan di rumahnya sendiri yang letaknya sangat dekat dengan masjid. Kini KH. Rahman terbaring di atas ranjang. Beliau tidak lagi menjadi imam di masjid. Lelaki berperawakan subur ini hanya mengintip jamaah masjid dari balik tirai jendela.

Beliau masih bisa berkomunikasi. Anak-anaknya terus memantau perkembangan kesehatan ayahnya. Beberapa kerabat dan santri KH. Rahman mengaji di sampingnya tanpa henti. Mereka berdoa agar KH. Rahman diberikan kesehatan.

Meskipun sedang diterpa cobaan KH. Rahman tidak lupa menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah Swt., untuk melaksanakan salat lima waktu. Beliau hanya mampu melakukannya dengan berbaring. Meskipun demikian, beliau tidak pernah membuang hadas kecil maupun hadas besar di ranjang yang ditempatinya.

Otomatis, tempatnya bersih dari najis atau kotoran lainnya. Hari-hari terus dilaluinya tanpa mengeluh sedikit pun. Tanpa disadari, beliau ingin bertemu kawan-kawan lamanya yang sudah sukses dan letaknya jauh.

Salah seorang anak beliau dan menantunya dengan tanggapan mewujudkan keinginan ayah tercintanya. Mereka menjemput orang-orang yang dikehendaki ayahnya. Betapa gembiranya KH. Rahman saat berjumpa dengan sahabat karibnya.

Kondisi KH. Rahman tidak ada perubahan, masih terbaring lunglai. Sama seperti hari-hari yang kemarin. Selepas shalat Ashar, tepatnya hari Sabtu, keluarganya masih tetap berada di sekeliling beliau.

Beliau menanyakan anak dan menantunya satu per satu. Hanya satu menantu yang tidak ada, sebab masih dalam perjalanan. Setelah itu beliau meminta maaf kepada istri, anak, menantu, sahabat dan semua orang yang pernah mengenal dirinya.

Tiba-tiba, beliau bangun dari tempat tidurnya. Keluarga yang masih setia di samping beliau mengira beliau sembuh atau mau ke kamar mandi. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan lelaki bertubuh tinggi tersebut. Mereka bertanya dengan penuh hati-hati, tapi KH. Rahman tidak menjawabnya dengan sepatah kata pun.

Kemudian beliau berdiri di atas sajadah yang sudah menghadap kiblat dan langsung melakukan sujud dua kali disertai salam ke kanan dan ke kiri. Persis seperti orang yang sedang mengakhiri salat.

Setelah itu beliau berbaring di atas sajadah tersebut. Matanya terpejam. Tenang. Tidak ada tanda-tanda yang mengisyaratkan sesuatu. Keluarga menganggap beliau sedang tidur. Salah seorang anak tertuanya mencoba memastikan kondisi ayahnya dari dekat.

Tangannya memegang dada dan meletakkannya di bawah lubang hidung ayahnya. Tidak ada detak jantung. Tidak ada udara yang keluar. Seluruh anggota badannya berhenti bergerak. Tubuh KH. Rahman lemah. Ternyata beliau telah meninggal dunia dalam keadaan mulia. SubhanAllah.

“Abah wafat kira-kira pukul 04.00 sore. Meninggalnya hari Sabtu. Harinya sama seperti ketika beliau dilahirkan di dunia ini.” Tutur Tiwi Rohainah, salah seorang anak perempuannya.

Lihat selengkapnya