Siang terasa menyengat, apalagi saat matahari dalam posisi tegak di atas ubun-ubun. Dan Haji Sobir (Nama samaran), begitu lelaki menjelang senja itu biasa disapa. Tetap melangkahkan kakinya.
Ia fokus pada tujuan, yaitu mengurus administrasi dan kelengkapan berkas orang-orang yang hendak menunaikan ibadah umrah. Tujuan utama haji Sobir Harin ini adalah ke kantor kelurahan.
Begitulah Haji Sobir berkat kedekatannya dengan pimpinan sebuah biro perjalanan haji, ia dipercaya untuk mencari dan mengurus orang-orang yang hendak menunaikan ibadah haji atau umrah. Baginya, kepercayaan itu adalah amanah yang harus dipertaruhkan dengan kehormatan dan harga diri. Karenanya, ia tak pernah berani mempermainkan apalagi menyelewengkan amanah itu.
Siang, pada hari Kamis yang panas itu Haji Sobir terus melangkah dalam rangka mengemban amanah. Saat dirinya sampai di pertigaan jalan, dimana beberapa meter lagi ia akan tiba di halaman kelurahan.
Ia berpapasan dengan ustaz yang juga tengah melangkah gontai. Si Ustaz seperti kelelahan, berkeringat. Mungkin karena terkaman panas matahari yang tidak bisa dihalangi.
“Assalamu’alaikum, Ustaz.” Sapa Haji Sobir ramah. Si Ustaz yang boleh kita panggil dengan Ustaz Zul (Nama samaran) tersenyum sebelum menjawab salam Haji Sobir.
“Antum mau ke kelurahan ya, Ji?” tanyanya setelah menjawab salam Haji Sobir.
Yang ditanya langsung mengangguk. “Antum ada urusan dikelurahan juga?” tanya Haji Sobir.
Ustaz Zul menggeleng. “Ana mau ke apotek, Ji. Ada obat yang harus ditebus segera.” Ujar Ustaz Zul.
“Memangnya siapa yang sakit, Ustaz?” tanya Haji Sobir lagi.
“Ana, Ji.” Jawab Ustaz Zul.
Haji Sobir memandang Ustaz Zul sesaat. Sepertinya ia ingin bertanya lebih jauh tentang penyakit Ustadz Zul, namun Haji Sobir mengurunkan niatnya. Ia menggerakan tangan kanannya hingga menelusup jauh ke saku celana.
“Ini ada sedikit untuk tambahan menebus obat, Ustaz semoga penyakit antum cepat sembuh.” Ujar Haji Sobir sambil menyerahkan dua lembar uang seratusan ribu. Ustaz Zul sedikit tercengang.
“Ini sih bukan uang tambahan Ji. Tapi berlebih.” Ujar Ustaz Zul. Haji Sobir tersenyum.
“Kalau memang ada lebihnya, ya ambil saja Ustaz. Barang kali bisa untuk membeli ketoprak,” Kilah Haji Sobir sambil tertawa. Ustaz Zul ikut tertawa. Begitulah sikap Haji Sobir. Ustaz Zul cukup tahu, kedermawanan dan senangnya Haji Sobir bersedekah sudah menjadi rahasia umum.
Banyak orang yang terbantu oleh kedermawanan Haji Sobir, terlebih anak yatim, para duafa dan juga janda-janda. Dengan segala keihklasannya bersedekah, Haji Sobir jadi buah bibir warga sekitar. Mereka menghormati sosok sang Haji yang hidup dengan kesederhanaannya.
Selain Haji sobir terkenal sebagai lelaki yang gemar bersedekah, sifat terpuji lain yang dimilikinya adalah ia tak pernah berburuk sangka pada orang lain. Baik yang belum dikenalnya, apalagi yang sudah kenalnya.