Tubuh kekar Pak Marten (Nama samaran 60 tahun), yang dulu pernah dibangga-banggakan semasa masih muda dan menjadi tentara, kini rupanya tinggal menjadi kenangan manis. Jika dulu ia sombong dengan tubuh berotot yang dimilikinya dan membuat dia di takuti warga kampung. Sehingga hal itu membuatnya dapat bertindak kejam dan berlaku sewenang-wenang.
Kini semua kenangan. Itu haruslah dikubur dalam-dalam. Sebab di usia senjanya, tubuh Pak Marten tidak lagi berotot seperti dahulu. Dengan bertambahnya usia yang kian menua, lelaki itu tak dapat berbuat apa-apa dan tubuh kekarnya kini malah sudah digerogoti penyakit.
Sehingga tidak lagi kuat, tegar dan kokoh seperti tatkala masih muda lagi. Sebaliknya, tubuh lelaki bekas tentara itu malah tinggal tulang dan kulit di usia senjanya setelah mengalami sakit selama tiga tahun tidak sembuh-sembuh.
Setelah tiga tahun lelaki itu didera sakit, tubuhnya kini hanya dapat terbaring di atas ranjang. Dalam sebuah ruangan sempit, tidak banyak yang bisa diperbuat oleh lelaki tua renta itu.
Sebab, tubuh lelaki yang sudah memiliki lima anak itu tinggal tulang dan kulit. Akibatnya, dia harus menjalani hari-harinya yang menyedihkan dengan tergeletak lemas di atas ranjang.
Tak ada gerakan yang terlihat, kecuali tatapan mata yang kadang menerawang kosong. Seluruh kulitnya sudah keriput dan daging di tubuhnya seperti menempel di tulang belakang.
Seakan daging yang dimiliki sudah terkikis habis digerogoti usia. Tak lagi ada gumpalan daging dan yang tinggal hanya tulang dan kerangka tubuh yang geting dan kering.
Padahal sejak tiga tahun didera sakit menahun, beberapa dokter yang diundang telah berusaha memberikan obat dan suntikan.
Ia tetap saja tak kunjung sembuh. Hari berlalu selama tiga tahun, tidak membawa hasil apa pun. Malahan kian hari penyakit yang dideritanya membuat fisiknya semakin lemah dan membuat tubuhnya kurus.
Akibat lelaki itu kini jadi bertubuh tipis bak tripleks yang terbujur lemas di atas kasur. Kondisi memprihatinkan itu, jelas membuat istri Pak Marten, Indri (Nama samaran 50 tahun). Tidak tahu lagi harus berbuat dengan cara apa untuk menolong suaminya.
Segenap tenaga telah dicurahkan untuk merawat supaya suaminya sembuh, bisa berjalan, kerja dan tidak merepotkan seisi rumah. Namun, semua usaha Indri itu seperti sia-sia belaka. Selama tiga tahun, ternyata Indri hanya mendapatkan rasa capek.
Menyuapi dan membersihkan kotoran yang dikeluarkan Pak Marten, mulai air seni, ludah, dan kotoran yang dikeluarkan setiap harinya. Akibatnya, Indri dan dua anak lelakinya yang masih tinggal serumah harus kerepotan.
Apalagi, segala cara telah ditempuh Indri, baik mengundang beberapa dokter, dukun, dan juga ahli pengobatan tradisional. Namun, Pak Marten tidak kunjung sehat. Sebaliknya, kian hari tubuhnya seakan kian habis, kurus, dan malah sekarang setelah mengalami sakit tiga tahun.
Tinggal tulang dan kulit. Seisi rumah dibuat putus asa. Dengan cara apa Pak Marten disembuhkan. Sementara tubuh Pak Marten semakin hari kian kurus dan setelah tiga tahun berlalu, malah hanya tinggal tulang yang tertinggal di tubuh. Juga tidak ada orang yang menengok.
Toh, jika ada hanya kerabat dekat karena Pak Marten tidak disukai warga. Laila (Nama samaran 32 tahun), ia sewaktu belajar kelompok dengan anaknya, dibuat merinding melihat Pak Marten terbaring seperti itu.
Laila malah mengira Pak Marten yang terbaring di atas ranjang seperti tengkorak hidup. Sebab, tubuhnya tinggal tulang dan kulit.
Setelah tiga tahun menderita sakit, Pak Marten akhirnya meradang kesakitan pada suatu malam. Jeritan dan erangan yang terdengar dari ruangan kamar Pak Marten.
Membuat Indri dan dua anak lelakinya lari buru-buru menjenguk keadaan Pak Marten sedang sekarat.
“Aduh! Aduh!” Erangnya menahan rasa sakit.
Tahu Pak Marten diambang kematian, Indri mengajari suaminya itu menyebut nama Allah. Tetapi, tuntutan yang dilantunkan Indri hanya memantul ke dinding. Seolah-olah Pak Marten tak mendengar.