Roni (Nama samaran 42 tahun), entah sudah kali keberapa lelaki paruh baya yang dijuluki sebagai preman pasar ini mengambil alih hak milik orang lain secara paksa pun. Tak seorang pun dari warga di kampung itu yang berani melawan aksi kesewenangan-wenangan Roni.
Warga cenderung lebih memilih diam. Melawan bagi mereka hanya akan membuka peluang bertambah keruhnya suasana. Bahkan tidak menutup kemungkinan justru memicu timbulnya masalah baru yang tak dikehendaki.
Toh, warga sudah terlalu paham siapa sebenarnya Roni, preman yang bisa berbuat apa saja jika keinginan dihalang-halangi. Karena itulah warga lebih memilih bungkam. Apalagi, saat itu, lokasi pasar daerah ini relatif sepi dari pengamanan. Sementara pos keamanan sendiri letaknya cukup jauh, sehingga ada kesulitan tersendiri ketika sewaktu-waktu.
Pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab mengganggu kenyamanan para pengguna pasar. Praktis, tak ada pengamanan berarti di pasar ini. Tak heran jika tangan jahil Roni yang jauh dari bertanggungjawab dapat saja dengan leluasa menjalankan aksi muslihatnya.
Sebenarnya, sudah lama warga meresahkan tindak-tanduk Roni selama ini. Namun, apalah daya, wataknya yang tidak mau mengalah dan selalu ingin menang membuat warga enggan untuk menanggapi.
Padahal, banyak sudah warga yang kesal akibat ulahnya, adalah Haji Salsa (Nama samaran 40 tahun), istri dari Haji Andi (Nama samaran 42 tahun), yang belakangan menjadi korban dari tipu muslihat Roni. Tiga toko yang secara sah di beli dari tangan Roni sendiri terpaksa tidak bisa ia nikmati.
Pasalnya, ketiga toko yang telah dijualnya ke Haji Salsa justru dikontrakan lagi ke orang lain. Entahlah, apa maksud Roni. Padahal, Haji Salsa sudah membayar secara tunai ketiga toko itu kepada Roni.
Lengkap dengan tanda bukti/kwitansi, dan surat-surat kepemilikan lainnya. Kejadian ini baru diketahui oleh Haji Salsa ketika salah seorang berminat untuk mengontrak salah satu toko yang sudah menjadi miliknya itu.
Saat itu, Haji Salsa memang sengaja mengontrakkan untuk sementara waktu ketiga toko yang dibeli dari Roni. Mengingat jumlah uang yang dimilikinya terbatas dan tidak mencukupi untuk dijadikan modal usahanya.
Maka, untuk sementara selama satu tahun lamanya, ketiga toko itu akan saya kontrakkan. Hitung-hitung uang itu untuk persiapan modal nantinya. Namun, apa yang terjadi. Setibanya disalah satu toko yang ditujunya, ia menjumpai toko itu ternyata sudah ada yang mengisi.
Setengah tidak percaya, Haji Salsa memberanikan diri berdialog dengan pengguna toko itu yang belakang diketahui bernama Surep (Nama samaran)
“Maaf, Bu! Ini kan toko saya. Toko ini saya sudah beli dari, pak Roni. Kenapa ibu dengan lancangnya menempati toko ini?” tanya Haji Salsa sambil menunjukkan kwitansi dan surat-surat lainnya.
“Saya tidak tahu, Saya ngontrak toko ini dari, pak Roni,” timpal Surep sambil menunjukkan kwitansinya.
“Saya sudah membayar selama satu tahun seharga enam ratu ribu.” Jawabnya lagi.
Di toko itu, Surep berdagang barang-barang kelontong. Sementara di kaki limanya ia menjual nasi. Bersama Haji Andi, suaminya, Haji Salsa mendatangi Roni. Maksud kedatangan sepasang suami istri ini tak lain untuk komplain ihwal pengambil alihan hak miliknya secara paksa itu. Namun, belum sempat mereka menyampaikan komplainnya, Roni sudah terlebih dahulu mengancamnya.
“Jauh panggang dari api. Harapan kami mau mempunyai penghasilan yang baik dengan penghidupan yang baik pula sirna.” Ungkapan Haji Salsa dengan kesal dan bercampur kecewa.
Bagaimana tidak kesalnya Haji Salsa? Lihat saja, untuk membeli ketiga toko itu, ia harus menyerahkan sertifikat tanah dan rumahnya ke salah satu bank sebagai jaminan. Sementara setelah uang itu berhasil terkumpul ternyata kenyataan berkata lain.
Dengan bagi Haji Salsa, ulah Roni yang dengan seenaknya mengontrakkan ke orang lain adalah awal kegagalan hidupnya. Gagal menggapai impiannya untuk dapat hidup layak melalui berdagang. Di kampung itu Haji Salsa bukanlah satu-satunya warga yang mendapat perlakuan tidak semestinya dari Roni. Pengalaman yang tidak jauh berbeda juga dialami tetangga Haji Salsa.
Sebagaimana diceritakan Haji Salsa, Roni telah menggeser batas tanah milik tetangganya hingga dua meter. Ketika tetangganya menyampaikan komplain, lagi-lagi Roni justru mengancam. Praktis, komplain yang dilayangkan atasnya tak membuahkan hasil yang menggembirakan.
Malam-malam terlalu pekat. Toko-toko di pasar itu masih banyak yang belum tutup, meski malam itu nampak sepi dari pengunjung. Salma (Nama samaran 35 tahun), masih duduk di tokonya menunggu datangnya pembeli. Janda yang hijrah dari daerah seberang itu terhitung baru dua hari menempati toko yang dikontrakkannya dari Roni.