Siang itu terasa sangat terik. Tiga orang penggali kubur sedang mempersiapkan kuburan di atas sebidang tanah datar yang kelilingi oleh beberapa bangunan. Lahan seluas 600 meter persegi itu sebenarnya bukan tanah kosong yang lama tidak dipakai oleh empunya.
Wajar saja kalau di sini tidak ada kuburan lain. Letaknya saja persis di pinggir jalan raya. Siapa pun pemilik tanah itu tentu tidak hendak menjadikannya sebagai lahan pekuburan. Tetapi begitulah yang terjadi pada tahun 2000 lalu.
Satu-satunya kuburan di tempat itu sedang digali, menyusul wafatnya H. Ramli (Nama samaran), yang meninggal sekitar pukul sembilan pagi. Mendiang tidak lain adalah sepupu si pemilik tanah yang namanya Munira (Nama samaran 64 tahun).
Anehnya, H Munira tidak tahu kalau saudaranya itu akan dikubur di atasnya. Karena tidak ada seorang pun dari pihak keluarga mayit yang memberitahu apalagi meminta izin kepadanya.
Ketiga orang tadi terus menggali satu lubang kuburan sebelum azan Ashar. Baru setengah jalan, salah seorang penggali, Bakori (Nama samaran), merasakan benda keras pada paculnya.
Dia mengira benda itu hanya sebongkah batu. Tetapi begitu digali lebih dalam, ternyata benda itu adalah satu dari sekian banyak tulang-belulang yang berserakan di setiap sudut lubang yang kedalamannya baru mencapai satu meter lebih.
Di situ juga terbenam tengkorak manusia. Para penggali kubur kontan kaget. Mereka tidak menyangka akan menemukan tulang manusia di areal tanah kosong yang bertahun-tahun tidak terpakai.
Galiannya pun belum begitu dalam. Bakori segera mengadukan temuannya ke Pak Ali (Nama samaran), salah seorang saudara H. Ramli yang rumahnya berada di dekat lokasi penggalian.
Awalnya Pak Ali kaget begitu melihat tulang-tulang di lubang yang baru setengah jadi itu. Tetapi karena waktu terus merambat siang, dia segera memerintahkan para tukang gali kubur untuk menggali lubang baru.
“Mungkin dulunya tanah ini bekas tempat pemakaman. Jadi, wajar kalau ada tulang-belulang mayat di dalamnya.” Ujarnya mencoba menenangkan kegusaran tukang gali kubur.
"Kita bikin baru saja di ujung sana.” Lanjutnya sambil menunjuk ke satu titik tidak jauh dari tempat mereka berpijak.
Lubang yang dipenuhi dengan tulang itu kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Setelah itu, mereka menggali lubang baru yang berjarak pertama. Tetapi saat kedalaman lubang kedua baru mencapai satu meter, tulang-belulang manusia ditemukan berserakan.
Pak Ali yang turut mendampingi proses penggalian kedua kembali tercengang. “Pak, gimana nih. Kok masih ada tulang juga. Apa tidak baiknya kita bikin kuburan di lokasi lain saja.” Kata Bakori kepada Pak Ali.
“Sudah sore begini. Mana mungkin kita cari tempat lain. Untuk cari lokasi baru saja sudah makan waktu lama. Apalagi untuk mengurus izin dan tetek bengek lainnya.” Timpat Pak Ali dengan yang nampak mulai gusar.
“Kita bikin lubang baru sajalah.”
Jarum jam menunjukkan pukul 15. Wib. Para penggali kuburan mulai membuat lubang ketiga dengan sisa tenaga yang ada. Mereka sebenarnya sudah teramat letih setelah menggali dan menutup dua lubang sebelumnya. Tetapi demi mengejar waktu sore yang sebentar lagi datang, mereka melupakan keletihan yang ada untuk terus menggali dan menggali.
Sementara itu, Pak Ali yang mengawasi proses penggalian terus mendapatkan telepon dari keluarga almarhum yang masih menunggu di rumah. Mereka meminta kepastian kapan jenazah bisa dibawa ke makam untuk dikuburkan.