Seorang gadis masih tidur dengan nyaman dalam balutan selimut tebal, ketika telinganya menangkap gelombang suara aneh dari luar jendela. Tapi tentu saja itu tidak mengganggu tidur nyenyaknya, ia malah semakin mengeratkan selimut untuk mencari kehangatan. Satu persatu suara-suara lain mulai menyapa pendengarannya, tapi tetap saja ia hiraukan. Ia merasa sayang jika harus melewatkan keindahan pula kapuk yang sedang ia selami. Tapi semakin lama, intensitas suara itu semakin bertambah. Membuat gadis dengan balutan piyama silver itu mendengus kesal sembari bangkit dari tempat tidurnya.
Matanya menatap tajam pada jendela yang terbuka. Dengan langkah malas sekaligus kesal,ia berjalan menuju jendela yang menjadi penyebab ia harus menunda mimpi indahnya. Tangannya dengan kasar menggapai ganggang jendela. Lalu menyentaknya kuat,kembali menutup jendela yang entah bagaimana dapat terbuka.
Letak kamarnya yang berada di lantai dua membuat matanya dapat menyapu keadaan malam di sekitar. Begitu gelap dan hening, hanya ada beberapa lampu teras tetangga yang menyala. Sejenak ia terdiam memandang malam, matanya liar, beralih ke setiap penjuru. Tanpa sengaja matanya bertabrakan dengan sosok tegap berpakaian serba hitam yang berdiri di depan rumahnya. Sosok yang terlihat begitu misterius, dengan hodie hitam serta tudung kepala.
“Siapa tu malam-malam begini berdiri di depan rumah gue? Jangan-jangan maling lagi.”Ia berujar lirih seraya menatap punggung tegap sosok yang membelakanginya. Entah mengapa semakin di tatap ia merasa familiar dengan tubuh tegap itu.
Prank
“Kambing eh kambing” tanpa memperdulikan waktu yang tengah larut, ia menjerit terkejut. Debaran jantungnya yang terpacu memperjelas jika ia dalam keadaan syok.
“Katty, lo hambir bikin gue jantungan.” Ia mengumpat ketika tau sumber suara itu berasal dari gelas di nakasnya yang mungkin tidak segaja tersenggol oleh Katty. Kucing anggora yang sudah ia adopsi sejak bayi.
Menetralkan detak jantungnya yang masih berpacu, ia kembali berbalik menghadap jendela. Berniat melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Namun alangkah kagetnya dia saat menatap kegelapan di luar sana. Ia tak lagi menemukan sosok misterius yang tadi berdiri di depan rumahnya. Sosok itu menghilang seolah tertelan kegelapan dan tersapu hembusan angin malam.
Debaran jantungnya kembali berpacu tanpa dapat di cegah. Secepat mungkin ia menarik gorden jendela, berbalik dan berlari tergesa-gesa menuju tempat tidurnya yang berjarak tidak lebih dari 2 meter. Tapi belum lagi tubuhnya menyentuh lembutnya kasur, kegelapan sudah lebih dulu menyergapnya. Tak ada lagi pemandangan kasur dengan seprei merah muda, tak ada lagi pemandangan alat-alat musik yang selalu terpatri di sudur ruangan. Semua benar benar kosong, menyisakan kegelapan.
Ketakutan menggerogotinya, ia sangat tidak menyukai kegelapan. Napasnya sesak seolah ada mahluk lain yang menyerap seluruh oksigen di sekitarnya. Mencoba menenangkan diri ia menarik napas dalam, lalu kembali menatap seluruh penjuru kamar. Namun bukan ketenangan yang ia peroleh melainkan ketakutan yang semakin mendalam.
“Allahuakbar” ia tersentak kaget ke belakang, jatuh duduk bersipuh oleh ketakutannya. Dua bola menyala bergerak mendekat tanpa suara.