“Maaf meneleponmu jam segini. Aku butuh bantuanmu,”suara Eliana terdengar sayup di telinga Nuno pada pukul dua pagi. Nuno segera beranjak dari tempat tidurnya dan menuju teras.
“Hari ini kita ketemu. Kamu ke proyek bisa?”
“Bisa”.
“Oke. Kamu datang setelah istirahat siang”.
Telepon ditutup. Nuno tak bisa tidur semenjak itu. Pikirannya hanya tertuju kepada Eliana.
Ada apa dengan perempuan unik yang satu itu? Tanya Nuno dalam hati.
****
“Kenapa bisa begitu?” Tanya Nuno.
Eliana tak bisa menjawab.
“Aku gak bisa bantu kamu kalau kamu ga mau cerita jujur dari depan,” sambung Nuno kembali.
Mereka ngobrol di dalam mobil Eliana yang terparkir di dekat proyek dimana Nuno bertugas sebagai pemborong sebuah rumah mewah. Sembari mengawasi tukang yang tengah bekerja, Nuno menyimak semua cerita Eliana.
“Aku tidak serius. Sumpah. Cuma ketemu, ngobrol, terus dia bilang suka. Tapi jujur, aku tidak pernah berbuat jauh. Hanya sebatas ngobrol. Sumpah,” ucap Eliana, tangisnya hampir pecah.
“Kalau perempuan tidak memberi sinyall, laki-laki tidak akan nekat,” ucap Nuno singkat.