Nuno terus meyakinkan Eliana agar ia jangan terlalu panik. Ia lelaki, Ibra juga. Paling tidak, Nuno tahu jalan pikiran sesama lelaki. Eliana menarik nafas panjang.
Ibra datang ke rumah, ketemu Hans. Lalu Ibra menceritakan semua tentang pertemuan-pertemuan rahasianya. Hans pasti tidak bisa menerima. Lalu aku dan Hans akan ribut besar. Aku akan dihajar, dan dengan wajah lebam, aku pulang ke rumah bapak. Masalah akan semakin runyam karena kemarahan bapak jauh lebih mengerikan. Seluruh keluarga besar berkumpul untuk membicarakan pernikahanku dan Hans. Lalu aku dipisahkan dengan Miko. Dan Ibra terus menerus mengejarku. Pikiran Eliana terus berkutat di sana.
“Kecuali ada sesuatu yang kamu tutupi,” ucap Nuno.
Suasana cafe tak begitu ramai. Eliana punya ruang untuk melihat ke sekeliling. Setidaknya, itu akan mengendorkan pikirannya.
“Misalnya?” Tanya Eliana.
Nuno mengangkat kedua bahunya. Ia mengambil minumannya, dan menyeruput sedikit. Eliana melirik ponselnya, ia tiba-tiba gugup.
Suasana jadi tegang. Eliana berusaha sebisa mungkin terlihat baik-baik saja.
“Kamu cinta sama Ibra?” tanya Nuno.
Eliana mengangkat kepalanya, lalu memandang Nuno dengan tajam.
“Oke, maaf.”
Nuno menyadari kesalahannya.
“Maaf kalau aku salah. Apa ada yang kamu tutupi dari aku?”
Eliana tak merespon.
“Boleh aku beranalisa?”