Di dalam mobil, Eliana tak bosan-bosan memutar lagu Endless love, dan sesekali menyanyikannya. Semalam, Hans mulai mendekatinya lagi. Kalau saja kamu mau melakukan itu sejak lima tahun yang lalu, pasti perasaanku tak seperti ini, Mas, batin Eliana. Sejak tadi malam, hatinya sudah mati untuk Hans. Sebaik apapun suaminya, sekeras apapun Hans berusaha mengambil hatinya, Eliana tak peduli.
Eliana terus melaju. Hari ini pikirannya jernih, hatinya tak kusut seperti kemarin-kemarin. Setelah berdiskusi begitu panjang dengan Diana lewat telepon beberapa malam terakhir ini, Eliana merasa tercerahkan.
Kesalahanmu dari awal adalah kamu terlalu berharap banyak dari Hans. Ingat El, Hans itu manusia. Bukan tempat bersandar. Karena kamu terlalu total bersandarnya, jadi kamu juga total hancurnya, ucap Diana beberapa malam yang lalu.
Eliana mengingat-ingat kembali masa pernikahannya. Benar juga, ia terlalu menganggap Hans itu lelaki sempurna yang terlalu baik. Hans datang dari keluarga baik-baik. Tak ada rekam jejak negatif dari semua keluarga besarnya. Hans tipe pekerja keras. Sejak awal menikah, tak ada kesulitan keuangan sedikit pun. Hans tak main perempuan. Hans tidak merokok. Hans suka kebersihan. Gaya hidup Hans sehat. Pola makan Hans teratur. Hans selalu sopan dengan semua orang. Semua tentang Hans tampak positif.
Namun ketika ada satu atau dua hal tentang Hans yang tidak sempurna, Eliana kecewa.
Mobil terus melaju, membawa lamunan Eliana sampai jauh ke depan.
Kini saatnya melepaskan, batin Eliana. Dan ia merasa sudah siap untuk itu. Eliana menarik nafas dalam-dalam. Dan sudah tergambar jelas tentang kemarahan bapaknya nanti.
Mobil Eliana memasuki pekarangan rumah bapaknya yang rimbun dengan dua pohon kelengkeng dan beberapa pohon pisang di sekitarnya.
“Nduk, kok tumben?” tanya ibunya sembari menyambut kedatangan putrinya.
“Bu, aku pulang,” ucap Eliana singkat sembari menurunkan beberapa tas besarnya.
Eliana sudah bisa membayangkan betapa kacaunya hati sang ibu sekarang ini. Wajahnya tak sumringah lagi.
“Bu, aku bersihkan kamarku ya, mulai sekarang aku sama Miko tinggal di sini,” ucap Eliana sembari berlalu. Ibunya berdiri mematung. Terbayang di kepalanya tentang gunjingan tetangga mulai besok pagi.
“Jadi kamu ambil keputusan nekat itu?” tanya ibunya dengan halus kepada Eliana ketika ia memasukkan bajunya ke dalam lemari.