Setia

Erna Surya
Chapter #13

Sebuah Insiden

Ada sesuatu yang aneh, pikir Eliana tiba-tiba. Entah mengapa, ia merasa ada seseorang yang tengah mengikutinya. Eliana mengingat-ingat apakah di sepanjang belokan tadi ada mobil sedan Honda City yang selalu berada di belakangnya. Meski tak persis, Eliana merasa mobil itu memang berada di belakangnya dengan mengambil jarak tertentu. Saat ia melaju pelan, mobil itu tak meyalipnya. Begitu juga mobil itu tak kehilangan jejak saat Eliana melaju dengan kecepatan tinggi. 

Eliana mengambil inisiatif. Ia harus berhenti. Setelah berfikir sejenak, Eliana memutuskan untuk berbelok ke jalanan yang agak sepi. Untungnya, Eliana menemukan tempat, sebuah jalan kecil menuju kampung yang kanan kirinya hanya ada sawah membentang. Ia akan menunggu beberapa saat. Kalau setelah ia kembali ke jalan raya nanti mobil Honda City itu masih berada di belakangnya, berarti benar ia memang diikuti. 

Eliana menghentikan mobilnya. Mobil Hitam itu tampak membelok juga. Eliana tak turun, ia ingin melihat apa yang akan dilakukan pengemudi mobil itu. Di depan sana, jalan masih panjang dan lurus. Eliana berfikir, kalau mobil itu terus melaju, butuh sekitar lima menit untuk berputar dan sampai kembali ke jalan raya. Eliana akan menunggu. Pikirnya lagi, bila dalam lima menit plus lima menit lagi mobil itu tak kembali, berarti ia menang menuju ke arah ini. Dan semua pikirannya salah. Namun bila tak lama lagi mobil itu berbelok arah, berarti memang ia diikuti. Begitu pikir Eliana.

Eliana melirik ke arah spion,terus mengamati mobil itu. Mobil mendekat, berada di samping, lalu di depannya. Dalam jarak sepuluh meter di depannya, mobil itu berhenti. Eliana melihat pintu pengemudi mulai dibuka. Hatinya berdesir. Benar kan, aku dikuntit, batinnya. Eliana memejamkan mata. Tiba-tiba ia merasa ketakutan.

Saat membuka matanya, Eliana melihat Nuno tengah berjalan menuju ke arahnya. 

“Kamu? Ngapain ikutin aku?”

Serang Eliana setelah keluar dari mobilnya dan menghampiri Nuno.

“Diana belanja baju sama suaminya,” ucap Nuno. 

Eliana merasa malu. Ia tak berani mengeluarkan kata-kata lagi.

“Terus kamu mau kemana?” tanya Nuno.

Eliana tak langsung menjawab. Wajahnya malah menunjukkan kegugupan.

“Ingat ya, aku orang yang paling peduli sama kamu.”

Eliana mati kutu. Ia tak punya alasan lagi. Tak berani memandang Nuno, Eliana membuang muka.

“Kamu yang telpon aku malam-malam, minta tolong soal masalah kamu sama Ibra,” kata Nuno dengan nada tinggi.

Eliana masih diam.

“Dan sekarang aku punya tanggung jawab buat melindungi kamu, dari siapapun, terutama Ibra.” 

Eliana masih menundukkan kepala. 

“Sekarang kamu mau kemana? Aku temani. Kita pakai mobil sendiri-sendiri,” lanjut Nuno.

Eliana kebingungan. 

“Kamu mau kemana?” tanya Nuno lagi, suaranya semakin tegas.

Lihat selengkapnya