Setiap Momen adalah Kamu

Jane Lestari
Chapter #11

11

Menikmati masa cuti, membawa suasana berbeda bagi Indah. Dia tampak menikmati kebersamaan bersama Dona dan karyawan Liebe Box. Tak ada rasa canggung, yang ada suasana penuh kehangatan.

“Bagaimana kesannya beberapa hari ini, menjadi bagian dari Liebe Box?” tanya Dona, saat mereka berdua bersantai di lantai dua, ruang kantor Liebe Box.

“Keseruannya sulit aku gambarkan, Don. Aku kini menyadari alasanmu memilih di sini. Aku sangat menikmati segalanya.”

Ehm, kalau gitu, kami membuka pintu selebar-lebarnya, jika suatu hari nanti, kamu benar-benar bisa bergabung dengan kami. Terasa terhormat bisa mendapatkan seorang Manajer andal seperti kamu. Jelas, Liebe Box punya masa depan yang mengagumkan.”

Indah menghela napas.

“Jujur, beberapa waktu terakhir, aku pun mulai merasakan kejenuhan dengan aktivitasku di Big Land. Tapi aku tidak bisa meninggalkannya di saat-saat seperti ini. Aku ingin menciptakan perpisahan di saat terbaik, bukan dalam kondisi sebaliknya.”

“Apa pun keputusanmu, aku selalu mendukung. Intinya adalah, kamu tidak selalu mengorbankan dirimu. Cukup!” jelas Dona.

Indah tersenyum.

“Jika mengurai seluruh cerita perjalananku di Big Land, tidak ada satu pun yang bisa kulupakan. Saat-saat menjadi karyawan baru. Karyawan yang tidak bergaul, hanya fokus bekerja di kantor dan rumah.

“Karyawan yang bahkan tidak akan meninggalkan ruangannya sedetik pun, jika bukan urusan pekerjaan. Aku bahkan dijuluki, si ‘gila kerja’.” Indah mengambil jeda. Kebahagiaan bersama kenangan, tampak jelas di matanya.

“Aku menikmati semua perjalanan itu. Perjalanan yang sungguh sangat indah untukku. Kehidupan kantor yang selalu mendukungku. Rekan kerja yang saling berbagi banyak hal. Perjalanan yang sempurna.

“Tapi, akhir-akhir ini, semuanya berubah. Di awal, aku sempat melawan dan menentang kondisi ini. Namun, perlahan aku sadar, perubahan adalah sesuatu yang mutlak. Kita tidak akan selamanya bersama dengan orang-orang yang sejalan dan menyukai kita. Akan ada masanya, kondisi sebaliknya akan tercipta.

“Dan momen itu akhirnya tiba di saat ini. Ya memang, kadang aku berpikir, mengapa semuanya datang seperti terencana, bersamaan menjumpaiku. Tapi, aku berusaha membuat hatiku kompromi dengan semuanya. Semua sudah diatur dalam skenario terbaik-Nya.”

Dona tersenyum. Dia mendekat ke Indah yang berdiri di balkon.

“Aku sangat bahagia bersamamu saat ini. Mendapatimu makin mendewasa Indah. Walaupun sebenarnya, aku sempat berpikir, seluruh persoalanmu di Big Land, hanya karena obsesi seseorang padamu,” sambung Dona.

“Iya itu mungkin hanya salah satu sebab di antara banyak hal, Don. Ini menjadi satu tugas besar yang belum aku tuntaskan. Permohonan maafku pada beliau,” sahut Indah.

“Bukankah malah dia yang harusnya meminta maaf? Sikapnya padamu sudah keterlaluan?” sanggah Dona.

“Tidak penting, menghitung siapa yang punya kesalahan lebih banyak. Intinya ketika aku berbuat salah, jelas aku harus meminta maaf. Setidaknya pengakuan bersalahku, bisa menurunkan egoku. Mungkin tidak sepenuhnya memperbaiki segalanya, tapi aku percaya, tidak ada niat baik, yang tidak berakhir baik.”

Keduanya akhirnya menciptakan hening.

Tampak Liebe Box kedatangan banyak tamu.

Indah turun ke lantai satu, letak café Liebe Box, membantu di bagian penyeduhan. Dia telah belajar banyak beberapa hari ini. Sehingga menghidangkan segelas kopi, sudah menjadi salah satu kemampuannya.

Dona pamit sejenak, menjemput putrinya, Syifa.

Empat pria berkemeja rapi menyatu di meja besar. Beberapa pelayan hilir mudik, membawa daftar menu, dan membawa pesanan.

“Kha, gimana kabar perusahaan kamu? Aku dengar-dengar, kamu lebih banyak di Big Land beberapa bulan ini?”

“Begitulah. Ya, namanya mengelolah perusahaan, tidak pernah mudah.”

“Oh ya, si Didit nitip undangan nih. Btw, sisa kamu lho di antara kita yang masih jomlo,” goda pria berkemeja merah, Ade.

Lihat selengkapnya