Setiap Momen adalah Kamu

Jane Lestari
Chapter #12

12

Suasana Big Land pagi ini, kembali gaduh. Lagi, seluruh anggota Direksi berkumpul di ruang rapat, dan Rakha menjadi pusat perhatian.

Direktur Marketing tampak berdiri dan meletakkan beberapa koran di hadapan Rakha. Seperti biasa, Rakha tetap bersikap dingin.

“Pimpinan Tower Electrics Mahakarya dan Big Land tampak mabuk-mabukkan di klab malam,” ucap salah satu anggota Direksi. Yang kemudian di sambung anggota lainnya.

“Apakah Pak Rakha punya penjelasan atas berita ini?”

“Ini memang benar, apa yang perlu saya jelaskan?” sahut Rakha, masih dengan sikap cueknya.

“Ini jelas masalah bagi kredibilitas Big Land. Anda mungkin bebas berbuat sesuka hati, selama di Tower Electrics, tapi ingat, anda sekarang bagian dari Big Land. Anda perlu tahu, nama besar Big Land, kami tidak dapatkan dengan mudah. Jadi tolong berhati-hati bersikap!”

Salah satu anggota Direksi tampak mulai menaikkan volume suaranya, setelah melihat sikap Rakha yang masih saja tidak berempati.

“Pak Rakha, Big Land punya citra sangat positif. Inilah yang bertahun-tahun dibangun pak Dimas dan ibu Indah. Tanpa mengecilkan kemampuan Pak Rakha, kami mohon kerjasamanya. Kami sangat menerima kehadiran Pak Rakha, karena menghormati keputusan pak Dimas!” 

Kekhawatiran seluruh anggota Direksi kini terlihat jelas. Berbagai keputusan Rakha telah memberikan beberapa pengaruh negatif bagi citra Big Land.

Pertemuan itu pun berakhir.

Ekspresi Rakha sedikit berubah memasuki ruangannya. Tampak Aditya sudah menunggu. “Aku sudah membaca headline beberapa koran pagi ini,” ucap Aditya. Dia menghela napas. “Kenapa lagi Rakha?!”

Sahabatnya itu masih terdiam. Dia duduk seperti tidak bersama dirinya.

“Apakah aku sedemikian tidak berkualitas? Mereka menghargaiku karena om Dimas? Bukan karena kemampuanku? Apakah mereka lupa, aku salah satu penerima penghargaan Direktur terbaik?” ucap Rakha, suaranya pelan.

Giliran Aditya tersudut.

Permasalahan kehidupan pribadi Rakha, kini menjadi rahasia umum seluruh Big Land. Kehadiran Rakha, seketika mengubah suasana perusahaan.

Belum selesai masalah berita di surat kabar itu, kembali Big Land digoyang dengan tuntutan dari satu klien. Komunikasi buruk Rakha, seketika menimbulkan masalah besar.

Kembali, di hari yang sama, rapat Direksi kembali berlangsung. Suasana makin tegang. “Bagaimana respons perusahaan atas masalah ini?” tanya salah satu anggota Direksi.

“Anda tidak perlu khawatir, saya bisa atasi ini. Anda semua seperti meragukan kapabilitas saya!” sahut Rakha, sedikit emosi.

“Bukan meragukan, tapi kami patut khawatir dengan kondisi ini. Proyek di Kalimantan adalah salah satu mega proyek perusahaan kita. Proyek ini adalah salah satu hasil kerja ibu Indah, semenjak mendampingi pak Dimas. Dan sekarang, proyek ini terancam gagal. Apakah ini tidak mengkhawatirkan?!”

Ekspresi Rakha, makin tak terkendali. “Masalah ini akan saya selesaikan!!!” ucapnya, meninggalkan ruang rapat.

Suasana kembali riuh.

“Apakah tidak sebaiknya, permasalahan ini kita sampaikan pada pak Dimas? Big Land dalam masalah besar,” ucap salah satu anggota Direksi.

“Sejak awal saya sudah meragukan kemampuan anak muda itu. Dia selalu mengandalkan amarahnya. Dua bulan sejak dia menggantikan pak Dimas, berbagai persoalan datang tanpa jeda,” sahut anggota lain.

“Saya belum memahami persoalan sebenarnya. Mengapa pihak Eco Tecnology bisa semarah ini?”

“Lagi-lagi, karena ketidakmampuan pak Rakha mengendalikan emosi. Pertemuan kemarin, pak Rakha menolak permintaan klien untuk penambahan pekerja lapangan. Klien meminta secara khusus, karena ada aturan daerah yang mewajibkan mereka segera menuntaskan proyek ini. Tapi, pak Rakha menolak, dengan alasan tidak sesuai kesepakatan.”

“Akan berbeda, jika masih ibu Indah yang menangani masalah ini. Kemampuan komunikasi beliau jelas sangat berbeda dengan anak muda itu. Big Land dalam status berbahaya, jika proyek ini dibatalkan!”

“Atau kita diam-diam komunikasikan dengan ibu Indah?”

“Apakah masalah tidak makin membesar?

“Demi perusahaan, kita harus bersatu melakukan semua upaya, apa pun itu!”

Mereka tampak berbisik satu sama lain. Salah satu di antaranya kemudian membuka ponsel dan menghubungi seseorang.

Lihat selengkapnya